"Ify.." Rio memanggil nama Ify yang terbaring lemah disampingnya.
"Ify.. Kok bisa jadi kaya gini sih.." Rio tertunduk.
"Rio! Gimana Ify?" Sebuah suara membuat Rio membalikan badan, melihat kearah pintu di ruangan itu.
"Masih belum sadar, Vin."
"Kok Ify bisa sampai kaya gini, Yo?"
"Gue juga ngga tau, Zahra. Tadi gue lagi markirin motor, terus tau-tau Ify udah jatuh."
"Sabar, Yo. Gue yakin, Ify ngga apa-apa." Alvin memegang pundak Rio.
"Semoga gitu. Makasih, Vin."
*****
"Sus, kamar Alyssa Saufika Umari nomor berapa ya?"
"Permisi, Alyssa Saufika Umari ada di kamar nomor berapa ya?"
Seorang laki-laki dan seorang perempuan menanyakan pertanyaan yang sama di resepsionis secara berbarengan. Penjaga resepsionis heran. Mereka saling memandang dengan wajah yang terkejut.
"Si.. Sivia?"
"Ray? Kamu kok disini?"
"Aku mau jenguk Ify lah. Kamu juga kan."
"Yaudah sih slow aja."
"Nada ngomongnya biasa aja bisa kali."
"Apasih!"
"Maaf, mas, mba. Tadi nanya kamarnya Alyssa kan? Ia ada di kamar nomor 306." Perkataan penjaga resepsionis melerai debat mereka.
"Oh iya makasih." Sivia pergi dari meja resepsionis, meninggalkan Ray.
"Via, tunggu!" Ray mengejar Sivia, dan kini Ia ada disamping Sivia. Berjalan berdampingan.
"Vi.. Sampai kapan hubungan kita kaya gini? Terima maafku ya, terus kita ngga akan berantem lagi kaya gini."
"Ngga semudah itu, Ray."
"Maksud kamu?"
"Aku udah ilfeel sama kamu. Aku udah kesel sama kamu. Aku butuh waktu, Ray!"
"Tapi aku ngga tahan kaya gini terus, Vi."
"Yaudah kalau kamu ngga tahan, kita putus aja!"
"Apa? Vi, aku ngga mau putus.."
"Kamu nyadar ngga sih, kita udah ngga cocok Ray."
"Tapi kita masih bisa perbaiki kok. Please, Vi."
"Maaf, Ray. Keputusan aku udah tetap."
"Via.. Hhh yaudahlah kalau itu memang yang terbaik buat kita. Makasih, Vi udah jadi penghias hati aku selama 6 bulan terakhir."
"Iya, Ray.."
*****
"Haha dasar si Cakka! Bukannya beli jaket yang warna biru aja biar Shilla senang." Komentar Rio.
"Tau tuh. Mana pas mau beli yang warna item nada ngomongnya ngeselin banget, Yo." Alvin menambahkan.
"Terus mana tuh Cakka sama Shilla?"
"Ngga tau, tadi gue sama Zahra berangkat duluan sih."
"Rio! Alvin! Itu, lihat Ify!" Zahra menunjuk Ify yang masih terbaring di tempat tidur.
"Kenapa, Zah? Ify ngga apa-apa tuh." Ujar Alvin.
"Itu coba lihat! Tangan Ify perlahan bergerak!"
"Iya apa? Bentar gue perhatiin dulu." Rio memandang tangan Ify, dan memang benar tangannya bergerak.
"Ri.. Rio.." Samar-samar terdengar suara Ify yang memanggil nama Rio.
"Iya, Ify. Gue disini." Rio menghampiri Ify. Kini, Ia sedang duduk di sebuah kursi disamping ranjang Ify.
"Ayo, Zahra. Biarkan mereka berdua dulu." Alvin menarik tangan Zahra keluar ruangan Ify.
"Gue dimana, Yo?" Tanya Ify, masih dengan keadaan yang lemas.
"Rumah sakit. Lo tadi kecelakaan, Fy."
"Ohya? Tadi gue habis nyebrangin gadis kecil. Terus pin dia jatuh ditengah jalan raya. Yaudah gue ambilin. Terus habis itu gue ngga sadar apa-apa deh."
"Ya ampun, Ify. Harusnya lo lebih hati-hati."
"Habis, yang gue lihat dari jauh, di pin itu ada foto gadis kecil sama sahabat cowo nya. Gue terlalu antusias ngambilnya. Soalnya gue keinget.. Sama... Sama... Sahabat kecil gue. Gue kangen sama dia." Jelas Ify.
"Ify.."
"Ify.. Lo masih inget kan siapa nama sahabat kecil lo?"
"Mario. Tapi di cincin yang dia kasih ini, dia pakai inisial R untuk namanya, Rio. A untuk Alyssa." Ify menunjukkan cincin yang terpasang di jari tengahnya berinisial 'RA'.
"Dan.. Fy? lo tau kan siapa nama gue?"
"Rio? Ma.. Mario?"
"Iya, Fy. Gue sahabat kecil lo, Mario."
"A.. Apa?!" Butiran bening dari mata Ify mulai mengalir.
"Kenapa?"
"Mario? Kenapa lo baru muncul? Gue udah nunggu bertahun-tahun, Yo.."
"Gue baru sadar kalau lo Alyssa kecil gue, Fy. Maaf."
"Ngga apa-apa, Mario. Yang penting gue udah ketemu sama sahabat kecil gue."
"Panggil Rio aja ya. Biar gue juga panggil lo Ify, bukan Alyssa."
"Iya, Rio."
"Heumm, Fy. For the second time, gue harap lo punya jawaban yang beda dari jawaban yang dulu. Lo... Lo mau ngga jadi pacar gue?"
Hening sejenak. Ify sedang berfikir. Hingga akhirnya mengeluarkan suara untuk mengatakan 3 kata.
"Iya. Gue mau."
"Makasih, Ify."
Sementara itu, diluar ruangan ada Alvin dan Zahra yang sedang duduk di kursi.
"Ihh Alvin. Kamu kok sempet-sempetnya main PSP sih?!"
"Ya sempetlah, Zahra. Toh aku lagi ngga ada kerjaan."
"Alvin! Zahra!" Seseorang memanggil nama mereka.
"Sivia? Dan.. Ray?"
"Ify gimana, Vin, Zah?" Tanya Sivia.
"Udah sadar kok. Itu di dalem. Tapi jangan masuk dulu, Ify lagi ngomong berdua sama Rio. Mending kalian duduk dulu deh." Jelas Alvin.
Sivia mengangguk. Lalu Ia duduk disebelah Zahra. Sedangkan Ray duduk disebelah Alvin dengan tampang yang sedih.
"Lo kenapa, Ray?" Tanya Alvin, tanpa mengalihkan pandangan dari PSPnya.
"Putus."
"Oh."
"....."
"Hah? Putus?! Serius lo?"
"Lo tuh yang ngga serius. Gue bilang putusnya kapan, nyadarnya kapan."
"Sorry, sorry. Ini lagi seru sih mainnya."
"Main apa sih? Pinjem dong." Ray melirik PSP milik Alvin.
"Yee udah lanjutin ceritanya dulu."
"Iya ah. Tadi gue ketemu Via di meja resepsionis. Terus kita barengan menuju kesini. Disepanjang jalan berantem kan, terus ujung-ujungnya Via minta putus."
"Tragis ah."
"Kisah cinta gue? Emang."
"Bukan. Ini mobil gue kebalik karena tabrakan." Alvin menunjukkan PSPnya kepada Ray. Ray langsung cemberut.
"Hello semua. Wah udah rame. Ify gimana?" Cakka yang baru tiba bersama Shilla langsung menghampiri Alvin, Ray, Sivia, dan Zahra yang sedang duduk.
"Darimana lo, Cak? Lama amat baru nyampe jam segini." Tanya Alvin.
"Tuh, Shilla. Tadi ketemu sahabat lamanya di mall. Terus biasa, ngegossip. Lamaaaa banget."
"Yaudah sih, Cak. Lo juga tadi nyari sepatu lamaaaa banget." Balas Shilla. Cakka malu.
"Udah, udah. Hemm, Vin. Masuk aja yuk, mungkin Rio udah selesai ngomong sama Ify." Usul Zahra.
Mereka berenam pun memasuki ruangan Ify. Ify dan Rio masih berbicara dengan akrab.
"Ify! Gimana keadaan lo?" Sivia yang pertama kali bertanya pada Ify.
"Udah baikan, Vi. Walau masih lemas nih."
"Rio, Rio. Daritadi lo akrab banget ngobrolnya sama Ify. Kaya baru jadian aja." Kata Cakka asal.
"Emang baru jadian." Jawab Rio santai.
"Serius?" Alvin kaget.
"Iyalah, Alvin."
"Huaaa selamat deh. Langgeng ya!"
"Amin, makasih, Ray. Lo sendiri gimana sama Sivia?"
"Now, it's over." Ujar Ray singkat.
"Ya ampun, sabar ya Ray. Sivia juga sabar ya." Kata Ify.
"Iya, Ify. Kalau suka ngga harus memiliki, kan?" Ungkap Ray.
Drrrttt! Rio merasakan handphone nya bergetar. Ia mengambilnya dari saku celana dan memperhatikan layar handphonenya. 'Oh ada sms dari Ozy.' Ia segera membacanya.
-From : Ozy-
Ka, gue udah ngungkapin perasaan gue sama Acha. Tapi gue ditolak. Ya, kalau suka ngga harus memiliki kan?
Rio tersenyum membaca isi pesan singkat tersebut. Tanpa membalasnya, Ia menutup pesan itu dan kembali memasukkan handphonenya kedalam saku celana.
"Iya, Ray. Kalau suka ngga harus memiliki."
It's our love story. Ini kisah cinta kami semua. Alvin-Zahra dulu pernah menjalin kisah cinta yang indah dan sempat terputus, kini kembali. Ray-Sivia sempat memiliki kisah cinta tersendiri, walau akhirnya harus berakhir. Cakka-Shilla mempunyai kisah cinta yang berbeda, yaitu sebagai keluarga. Dan juga Rio-Ify, yang akan memulai kisah cintanya mulai hari ini, hingga seterusnya.
TAMAT
Ucapan terima kasih, disampaikan kepada pembaca cerita bersambung ini, khususnya Aprill, Risti Astari, Dian Martina Octavia, Kak Anisa Fitriana, Monique Hoesan. Juga untuk Karima Fadla dan Sylvia Restu Mayestika yang sudah memberikan ide dalam cerita bersambung ini :)
It's our love story merupakan cerita bersambung pertama yang penulis buat. Karena ini part terakhir, komentarnya ditunggu ya. Untuk masukkan di cerita bersambung selanjutnya. See you!
With love,
Arimbi
Minggu, 01 Agustus 2010
It's our love story | Part 11
“Achaaa, ada temanmu nih.” Teriak Mama Acha dari luar kamar Acha.
Acha yang sedang mendengarkan lagu melalu handphonenya, berjalan keluar kamarnya menuju ruang tamu. Betapa kagetnya Acha ketika tamu itu adalah Ozy. Ia pun segera duduk disebelah Ozy, tanpa berkata apapun.
“Pagi, Cha.” Ozy menyapa Acha terlebih dahulu.
“......” Acha tidak menjawabnya.
“Cha, gue cuma mau minta maaf aja. Jujur, gue ngga tau kalau Ka Alvin bakal balikan sama Ka Zahra.”
“......” Acha masih terdiam. Tatapannya kosong.
“Ya, gue kan ngga bisa prediksi kalau mereka bakal balikan. Jadi waktu itu gue bilang mereka cuma mantanan aja. Tapi emang beneran mantanan, lho.”
“......”
“Gue minta maaf banget ya, Cha. Gue ngga mau berantem sama lo cuma karena hal ini. Maafin ya?” Ozy menyodorkan tangannya ke Acha untuk meminta maaf. Tapi tak direspon oleh Acha.
“Heummm ngga mau yah? Yahh Acha kok gitu sih..” Ozy menurunkan tangannya.
“Acha, emang masih berharap sama Ka Alvin ya?”
“Masih. Kalau dikasih kesempatan.” Kini Acha mulai berbicara, walau masih belum bisa menatap Ozy.
“Kalau sama orang lain, ngga mau ya?”
“Tergantung.”
“Kalau sama Ahmad Fauzy Adriansyah alias Ozy, gimana?”
Acha kaget. Refleks, langsung menatap Ozy dengan pandangan heran. Ozy jadi salting sendiri.
“Terlalu cepet untuk ngaku ya?”
“Hah?”
“Gue suka sama lo, Cha. Lama kelamaan, gue jadi suka sama lo. Tapi ini beneran terpendam. Apalagi pas lo bilang, lo suka sama Ka Alvin. Rasa suka gue makin terpendam, Cha.”
Acha terdiam dan menunduk.
“Yaaa walau lo masih berharap sama Ka Alvin, tapi gue cuma mau bilang kalau gue juga berharap sama lo. Untuk jadi pacar gue pastinya.”
DEG! Kali ini Acha benar-benar kaget. Ozy yang selama ini jadi tempat curhatnya ketika Ia sedang menyukai Ka Alvin malah menyukainya? Acha benar-benar tidak enak dengan perasaan Ozy. Ia pun mulai berbicara lagi.
“Zy...”
“Iyaaa?”
“Gue mau minta maaf. Gue childish banget ya, gara-gara hal kecil aja bisa marah sama lo. Gue minta maaf juga, selama ini nyakitin perasaan lo. Dengan gue curhat tentang rasa suka gue ke Ka Alvin. Dan terakhir gue mau minta maaf kalau.... gue ngga bisa jadi pacar lo. Menjalin persahabatan sama lo itu udah indah banget. Lo ngga harus memiliki gue untuk mengungkapkan rasa suka lo, Okey?” Ujar Acha lembut, sambil menatap Ozy.
Kini Ozy yang terdiam. Tak tau harus mengatakan apa.
“Ozy? Hallo? Lo ngambek ya?”
“Ehh.. engga kok, Cha.”
“Terus?”
“Gue seneng deh, kita bisa sahabatan. Lo bener, walau gue suka sama lo, gue ngga harus memiliki lo. Lagipula sayang ya, kalau mengakhiri persahabatan kita gini.”
“Iya, Zy.” Acha tersenyum manis.
*****
Rio tengah memarkirkan motornya di tempat parkir sebuah toko buku. Ify menunggunya di depan pintu masuk toko buku itu. Pandangan Ify tertuju pada seorang gadis kecil yang kira-kira berumur 6 tahun itu, yang hendak menyeberang. Jalan raya memang tidak terlalu ramai, tapi sepertinya gadis itu tidak punya keberanian untuk menyeberang. Kebetulan, tidak ada jembatan penyeberangan disana. Ify kemudian menghampirinya.
“Hey. Kamu mau menyeberang ya?” Sapa Ify lembut.
“Iya, Ka. Tapi aku ngga berani.”
“Kaka sebrangin ya.”
Gadis itu mengangguk. Ify menggenggam tangan sang gadis, lalu berjalan diatas zebra cross.
“Iyap sampai.”
“Makasih, Ka. Lho?” Gadis itu merasa kehilangan sesuatu. Ia melihat keadaan sekililing dan pandangannya terfokus pada jalan raya yang tadi dilewatinya.
“Kenapa, dek?”
“Pin aku terjatuh, Ka. Itu pin kesayangan aku.” Gadis itu menunjuk benda kecil yang tergeletak ditengah jalan.
“Oh, yaudah kamu tunggu disini, ya. Kaka ambilin.”
Ify kembali menyeberang, menuju tempat terjatuhnya pin itu. Yup, pin gadis kecil itu kini sudah ada di genggamannya. Ify membalikan badannya kearah gadis itu. Ia langsung berjalan menuju gadis itu tapi.......
“Kakaaaa!!!” Teriakan gadis itu membuat orang-orang sekitar menghampiri seorang anak permpuan yang tergeletak berlumuran darah. Korban tabrak lari. Dialah Ify.
Rio sudah memarkirkan motornya. Kini, Ia sedang mencari Ify. Tapi Ia tidak melihat Ify di area toko buku itu. Ia melihat kerumunan orang di jalan raya, tengah menggotong seorang anak ke pinggir jalan. Rio memutuskan untuk melihatnya.
“Permisi, permisi.” Rio mencoba melihat anak yang sedang dikerumuni orang-orang itu. Semakin dekat, semakin jelas pula wajah Ify yang berlumuran darah.
“Ifyyyyy!!!”
*****
“Ku tak akan bisa... Ku tak akan bisa..”
Handphone Alvin kembali berdering. Ia masih tidur juga. Dengan malas, Ia mengangkat telepon itu.
“Hallo?” Ujar Alvin terlebih dahulu.
“Pagi, Alvin. Temenin aku jalan yuk.”
“Hah siapa nih?”
“Lho? Ini Zahra, Alvin.”
“Zahra?”
Alvin kemudian melihat tulisan di layar handphone nya ‘Zahra calling’. Ia yang tadinya masih tiduran, refleks langsung bangun dan duduk diatas tempat tidur.
“Ohh iya Zahra. Kenapa? Maaf aku baru bangun tidur hehe.”
“Dasar, kamu! Temenin ke mall yuk. Pengen shopping deh. Mau ngga?”
“Mau banget. Jam berapa?”
“Aku sih maunya sekarang. Gimana dong?”
“Sekarang? Bisa kok. Yaudah aku mandi, siap-siap dulu deh ya. Nanti langsung kerumah kamu, aku jemput naik motor oke.”
“Oke deh. Makasih yaaa Alvin. Aku tunggu.”
Alvin bangun dan dengan segera melangkah menuju kamar mandi. 10 menit kemudian Ia sudah rapi. Setelah bersiap-siap, Ia menuju ke ruang keluarga, dimana Ayah, Ibu, dan Ka Nova sedang berkumpul.
“Pagi.” Sapa Alvin.
“Heu mentang-mentang hari libur, jam segini baru bangun.” Sindir Ka Nova.
“Biarin ah. Sirik aja.”
“Hush, udah, udah. Kamu mau kemana, Vin? Rapi banget.” Tanya Bunda.
“Temenin Zahra shopping, Bun. Boleh kan?”
“Ya boleh dong. Mumpung hari libur kan.”
“Naik apaan, Vin?” Tanya Ka Nova.
“Motor lo, lah. Pinjem ya, Ka. Thank youuuuu.” Alvin menyambar kunci motor yang ada di meja. Lalu sedikit berlari ke arah luar rumah.
“Ayah, Bunda. Alvin berangkat!” Teriak Alvin dari luar gerbang, Ia sudah standby di motor. Nova? Menggerutu didalam karena motornya digunakan begitu saja.
Alvin memacu motornya secepat mungkin. Benar saja, beberapa menit kemudian, Ia sudah tiba di depan pintu gerbang rumah Zahra. Terlihat Zahra sedang duduk di kursi yang ada di teras sambil membaca novel. Ketika Zahra memandang sesosok laki-laki diatas motor berada didepan rumahnya, Ia segera memasukan novel itu kedalam tas dan menghampiri laki-laki itu. Karena Zahra tau, bahwa itu Alvin.
“Hai, Zahra. Langsung jalan nih?” Ungkap Alvin setelah melepas helmnya.
“Iya, Vin. Ayo.”
Alvin memakai helmnya kembali dan langsung memacu motornya menuju mall terdekat. Ketika sampai, setelah memarkirkan motornya, Ia dan Zahra segera menuju ke sebuah toko baju. Yap, Zahra memang berniat untuk mencari baju.
“Yang warna biru itu lebih bagus deh kayanya.” Komentar Alvin, ketika Zahra mengambil sebuah mini dress berwarna merah.
“Masa? Tapi aku lebih suka sama yang warna merah ini.”
“Yakin? Ya kalau aku sih lebih suka sama yang warna biru itu.”
“Iya, Cak! Yang biru tuh lebih keren! Ngga percaya amat sih!” Suara yang tak asing lagi bagi Alvin dan Zahra membuat mereka mengalihkan pandangan kearah kanan mereka, dimana seorang laki-laki dan perempuan sedang berdebat memilik warna jaket. Mereka Cakka dan Shilla!
“Lho? Cakka? Shilla?” Alvin menatap mereka heran.
“Alvin? Zahra? Cieee berduaan aja nih.” Balas Shilla.
“Hahaha iya nih. Tumben kalian jalan bareng.” Ujar Zahra.
“Tau nih, Zah! Gue dipaksa nemenin Shilla shopping. Terus pas gue naksir jaket, gue maunya warna item. Eh dipaksa lagi sama Shilla suruh beli yang warna biru.” Cerita Cakka.
“Emang bagusan yang biru, Cak! Ngeyel deh!”
“Ihhh, tapi gue maunya yang item, Shillaaaa!”
“Stop! Stop! Aduuh apaan sih, gituan aja diributin!” Alvin berusaha melerai mereka.
“Iya tau nih, berisik tau!” Ungkap Zahra.
Tiba-tiba handphone Alvin berdering, tanda sms masuk.
-From : 9d_Rio-
Vin, Ify kecelakaan! Cepet ke RS Bintang. Kasih tau yang lain.
‘Apaaa? Ify kecelakaan? Gawat!’ Batin Alvin.
“Zahra, yaudah kamu beli aja mini dress nya yang warna merah. Cepetan gih, bayar. Cakka, lo juga cepetan deh bayar mau jaket yang mana!”
“Hah? Emang kenapa, Vin? Kok harus cepet-cepet gitu?” Shilla heran.
“Ify kecelakaan, Shill. Gue barusan di sms Rio. Ayo, habis ini kita ke RS bareng. Gue naik motor sama Zahra, lo sama Cakka terserahlah naik apa yang penting nyampe.”
“Woo tega! Jelas-jelas gue kesini sama supir kok. Yeee.” Protes Cakka.
“Hhhh yaudah Cak, cepetan sana bayar!”
“Iya, iya. Warna item aja aaahhh~” Cakka mengambil jaket warna hitam dan membawanya ke kasir. Zahra juga membawa mini dress merah ke kasir.
Alvin menyempatkan diri untuk sms hal itu kepada Ray dan Sivia.
-To : 9a_Ray-
Ify kecelakaan. Cepet ke RS Bintang.
-To : 9b_Sivia-
Vi, Ify kecelakaan. Cepetan ke RS Bintang, ya.
Cakka dan Zahra sudah membawa tas belanjaan masing-masing. Kemudian, mereka segera menuju parkiran mall. Secepat mungkin mereka beranjak dari mall menuju RS Bintang.
to be continued...
Acha yang sedang mendengarkan lagu melalu handphonenya, berjalan keluar kamarnya menuju ruang tamu. Betapa kagetnya Acha ketika tamu itu adalah Ozy. Ia pun segera duduk disebelah Ozy, tanpa berkata apapun.
“Pagi, Cha.” Ozy menyapa Acha terlebih dahulu.
“......” Acha tidak menjawabnya.
“Cha, gue cuma mau minta maaf aja. Jujur, gue ngga tau kalau Ka Alvin bakal balikan sama Ka Zahra.”
“......” Acha masih terdiam. Tatapannya kosong.
“Ya, gue kan ngga bisa prediksi kalau mereka bakal balikan. Jadi waktu itu gue bilang mereka cuma mantanan aja. Tapi emang beneran mantanan, lho.”
“......”
“Gue minta maaf banget ya, Cha. Gue ngga mau berantem sama lo cuma karena hal ini. Maafin ya?” Ozy menyodorkan tangannya ke Acha untuk meminta maaf. Tapi tak direspon oleh Acha.
“Heummm ngga mau yah? Yahh Acha kok gitu sih..” Ozy menurunkan tangannya.
“Acha, emang masih berharap sama Ka Alvin ya?”
“Masih. Kalau dikasih kesempatan.” Kini Acha mulai berbicara, walau masih belum bisa menatap Ozy.
“Kalau sama orang lain, ngga mau ya?”
“Tergantung.”
“Kalau sama Ahmad Fauzy Adriansyah alias Ozy, gimana?”
Acha kaget. Refleks, langsung menatap Ozy dengan pandangan heran. Ozy jadi salting sendiri.
“Terlalu cepet untuk ngaku ya?”
“Hah?”
“Gue suka sama lo, Cha. Lama kelamaan, gue jadi suka sama lo. Tapi ini beneran terpendam. Apalagi pas lo bilang, lo suka sama Ka Alvin. Rasa suka gue makin terpendam, Cha.”
Acha terdiam dan menunduk.
“Yaaa walau lo masih berharap sama Ka Alvin, tapi gue cuma mau bilang kalau gue juga berharap sama lo. Untuk jadi pacar gue pastinya.”
DEG! Kali ini Acha benar-benar kaget. Ozy yang selama ini jadi tempat curhatnya ketika Ia sedang menyukai Ka Alvin malah menyukainya? Acha benar-benar tidak enak dengan perasaan Ozy. Ia pun mulai berbicara lagi.
“Zy...”
“Iyaaa?”
“Gue mau minta maaf. Gue childish banget ya, gara-gara hal kecil aja bisa marah sama lo. Gue minta maaf juga, selama ini nyakitin perasaan lo. Dengan gue curhat tentang rasa suka gue ke Ka Alvin. Dan terakhir gue mau minta maaf kalau.... gue ngga bisa jadi pacar lo. Menjalin persahabatan sama lo itu udah indah banget. Lo ngga harus memiliki gue untuk mengungkapkan rasa suka lo, Okey?” Ujar Acha lembut, sambil menatap Ozy.
Kini Ozy yang terdiam. Tak tau harus mengatakan apa.
“Ozy? Hallo? Lo ngambek ya?”
“Ehh.. engga kok, Cha.”
“Terus?”
“Gue seneng deh, kita bisa sahabatan. Lo bener, walau gue suka sama lo, gue ngga harus memiliki lo. Lagipula sayang ya, kalau mengakhiri persahabatan kita gini.”
“Iya, Zy.” Acha tersenyum manis.
*****
Rio tengah memarkirkan motornya di tempat parkir sebuah toko buku. Ify menunggunya di depan pintu masuk toko buku itu. Pandangan Ify tertuju pada seorang gadis kecil yang kira-kira berumur 6 tahun itu, yang hendak menyeberang. Jalan raya memang tidak terlalu ramai, tapi sepertinya gadis itu tidak punya keberanian untuk menyeberang. Kebetulan, tidak ada jembatan penyeberangan disana. Ify kemudian menghampirinya.
“Hey. Kamu mau menyeberang ya?” Sapa Ify lembut.
“Iya, Ka. Tapi aku ngga berani.”
“Kaka sebrangin ya.”
Gadis itu mengangguk. Ify menggenggam tangan sang gadis, lalu berjalan diatas zebra cross.
“Iyap sampai.”
“Makasih, Ka. Lho?” Gadis itu merasa kehilangan sesuatu. Ia melihat keadaan sekililing dan pandangannya terfokus pada jalan raya yang tadi dilewatinya.
“Kenapa, dek?”
“Pin aku terjatuh, Ka. Itu pin kesayangan aku.” Gadis itu menunjuk benda kecil yang tergeletak ditengah jalan.
“Oh, yaudah kamu tunggu disini, ya. Kaka ambilin.”
Ify kembali menyeberang, menuju tempat terjatuhnya pin itu. Yup, pin gadis kecil itu kini sudah ada di genggamannya. Ify membalikan badannya kearah gadis itu. Ia langsung berjalan menuju gadis itu tapi.......
“Kakaaaa!!!” Teriakan gadis itu membuat orang-orang sekitar menghampiri seorang anak permpuan yang tergeletak berlumuran darah. Korban tabrak lari. Dialah Ify.
Rio sudah memarkirkan motornya. Kini, Ia sedang mencari Ify. Tapi Ia tidak melihat Ify di area toko buku itu. Ia melihat kerumunan orang di jalan raya, tengah menggotong seorang anak ke pinggir jalan. Rio memutuskan untuk melihatnya.
“Permisi, permisi.” Rio mencoba melihat anak yang sedang dikerumuni orang-orang itu. Semakin dekat, semakin jelas pula wajah Ify yang berlumuran darah.
“Ifyyyyy!!!”
*****
“Ku tak akan bisa... Ku tak akan bisa..”
Handphone Alvin kembali berdering. Ia masih tidur juga. Dengan malas, Ia mengangkat telepon itu.
“Hallo?” Ujar Alvin terlebih dahulu.
“Pagi, Alvin. Temenin aku jalan yuk.”
“Hah siapa nih?”
“Lho? Ini Zahra, Alvin.”
“Zahra?”
Alvin kemudian melihat tulisan di layar handphone nya ‘Zahra calling’. Ia yang tadinya masih tiduran, refleks langsung bangun dan duduk diatas tempat tidur.
“Ohh iya Zahra. Kenapa? Maaf aku baru bangun tidur hehe.”
“Dasar, kamu! Temenin ke mall yuk. Pengen shopping deh. Mau ngga?”
“Mau banget. Jam berapa?”
“Aku sih maunya sekarang. Gimana dong?”
“Sekarang? Bisa kok. Yaudah aku mandi, siap-siap dulu deh ya. Nanti langsung kerumah kamu, aku jemput naik motor oke.”
“Oke deh. Makasih yaaa Alvin. Aku tunggu.”
Alvin bangun dan dengan segera melangkah menuju kamar mandi. 10 menit kemudian Ia sudah rapi. Setelah bersiap-siap, Ia menuju ke ruang keluarga, dimana Ayah, Ibu, dan Ka Nova sedang berkumpul.
“Pagi.” Sapa Alvin.
“Heu mentang-mentang hari libur, jam segini baru bangun.” Sindir Ka Nova.
“Biarin ah. Sirik aja.”
“Hush, udah, udah. Kamu mau kemana, Vin? Rapi banget.” Tanya Bunda.
“Temenin Zahra shopping, Bun. Boleh kan?”
“Ya boleh dong. Mumpung hari libur kan.”
“Naik apaan, Vin?” Tanya Ka Nova.
“Motor lo, lah. Pinjem ya, Ka. Thank youuuuu.” Alvin menyambar kunci motor yang ada di meja. Lalu sedikit berlari ke arah luar rumah.
“Ayah, Bunda. Alvin berangkat!” Teriak Alvin dari luar gerbang, Ia sudah standby di motor. Nova? Menggerutu didalam karena motornya digunakan begitu saja.
Alvin memacu motornya secepat mungkin. Benar saja, beberapa menit kemudian, Ia sudah tiba di depan pintu gerbang rumah Zahra. Terlihat Zahra sedang duduk di kursi yang ada di teras sambil membaca novel. Ketika Zahra memandang sesosok laki-laki diatas motor berada didepan rumahnya, Ia segera memasukan novel itu kedalam tas dan menghampiri laki-laki itu. Karena Zahra tau, bahwa itu Alvin.
“Hai, Zahra. Langsung jalan nih?” Ungkap Alvin setelah melepas helmnya.
“Iya, Vin. Ayo.”
Alvin memakai helmnya kembali dan langsung memacu motornya menuju mall terdekat. Ketika sampai, setelah memarkirkan motornya, Ia dan Zahra segera menuju ke sebuah toko baju. Yap, Zahra memang berniat untuk mencari baju.
“Yang warna biru itu lebih bagus deh kayanya.” Komentar Alvin, ketika Zahra mengambil sebuah mini dress berwarna merah.
“Masa? Tapi aku lebih suka sama yang warna merah ini.”
“Yakin? Ya kalau aku sih lebih suka sama yang warna biru itu.”
“Iya, Cak! Yang biru tuh lebih keren! Ngga percaya amat sih!” Suara yang tak asing lagi bagi Alvin dan Zahra membuat mereka mengalihkan pandangan kearah kanan mereka, dimana seorang laki-laki dan perempuan sedang berdebat memilik warna jaket. Mereka Cakka dan Shilla!
“Lho? Cakka? Shilla?” Alvin menatap mereka heran.
“Alvin? Zahra? Cieee berduaan aja nih.” Balas Shilla.
“Hahaha iya nih. Tumben kalian jalan bareng.” Ujar Zahra.
“Tau nih, Zah! Gue dipaksa nemenin Shilla shopping. Terus pas gue naksir jaket, gue maunya warna item. Eh dipaksa lagi sama Shilla suruh beli yang warna biru.” Cerita Cakka.
“Emang bagusan yang biru, Cak! Ngeyel deh!”
“Ihhh, tapi gue maunya yang item, Shillaaaa!”
“Stop! Stop! Aduuh apaan sih, gituan aja diributin!” Alvin berusaha melerai mereka.
“Iya tau nih, berisik tau!” Ungkap Zahra.
Tiba-tiba handphone Alvin berdering, tanda sms masuk.
-From : 9d_Rio-
Vin, Ify kecelakaan! Cepet ke RS Bintang. Kasih tau yang lain.
‘Apaaa? Ify kecelakaan? Gawat!’ Batin Alvin.
“Zahra, yaudah kamu beli aja mini dress nya yang warna merah. Cepetan gih, bayar. Cakka, lo juga cepetan deh bayar mau jaket yang mana!”
“Hah? Emang kenapa, Vin? Kok harus cepet-cepet gitu?” Shilla heran.
“Ify kecelakaan, Shill. Gue barusan di sms Rio. Ayo, habis ini kita ke RS bareng. Gue naik motor sama Zahra, lo sama Cakka terserahlah naik apa yang penting nyampe.”
“Woo tega! Jelas-jelas gue kesini sama supir kok. Yeee.” Protes Cakka.
“Hhhh yaudah Cak, cepetan sana bayar!”
“Iya, iya. Warna item aja aaahhh~” Cakka mengambil jaket warna hitam dan membawanya ke kasir. Zahra juga membawa mini dress merah ke kasir.
Alvin menyempatkan diri untuk sms hal itu kepada Ray dan Sivia.
-To : 9a_Ray-
Ify kecelakaan. Cepet ke RS Bintang.
-To : 9b_Sivia-
Vi, Ify kecelakaan. Cepetan ke RS Bintang, ya.
Cakka dan Zahra sudah membawa tas belanjaan masing-masing. Kemudian, mereka segera menuju parkiran mall. Secepat mungkin mereka beranjak dari mall menuju RS Bintang.
to be continued...
Langganan:
Postingan (Atom)
Minggu, 01 Agustus 2010
It's our love story | Part 12 (LAST PART)
"Ify.." Rio memanggil nama Ify yang terbaring lemah disampingnya.
"Ify.. Kok bisa jadi kaya gini sih.." Rio tertunduk.
"Rio! Gimana Ify?" Sebuah suara membuat Rio membalikan badan, melihat kearah pintu di ruangan itu.
"Masih belum sadar, Vin."
"Kok Ify bisa sampai kaya gini, Yo?"
"Gue juga ngga tau, Zahra. Tadi gue lagi markirin motor, terus tau-tau Ify udah jatuh."
"Sabar, Yo. Gue yakin, Ify ngga apa-apa." Alvin memegang pundak Rio.
"Semoga gitu. Makasih, Vin."
*****
"Sus, kamar Alyssa Saufika Umari nomor berapa ya?"
"Permisi, Alyssa Saufika Umari ada di kamar nomor berapa ya?"
Seorang laki-laki dan seorang perempuan menanyakan pertanyaan yang sama di resepsionis secara berbarengan. Penjaga resepsionis heran. Mereka saling memandang dengan wajah yang terkejut.
"Si.. Sivia?"
"Ray? Kamu kok disini?"
"Aku mau jenguk Ify lah. Kamu juga kan."
"Yaudah sih slow aja."
"Nada ngomongnya biasa aja bisa kali."
"Apasih!"
"Maaf, mas, mba. Tadi nanya kamarnya Alyssa kan? Ia ada di kamar nomor 306." Perkataan penjaga resepsionis melerai debat mereka.
"Oh iya makasih." Sivia pergi dari meja resepsionis, meninggalkan Ray.
"Via, tunggu!" Ray mengejar Sivia, dan kini Ia ada disamping Sivia. Berjalan berdampingan.
"Vi.. Sampai kapan hubungan kita kaya gini? Terima maafku ya, terus kita ngga akan berantem lagi kaya gini."
"Ngga semudah itu, Ray."
"Maksud kamu?"
"Aku udah ilfeel sama kamu. Aku udah kesel sama kamu. Aku butuh waktu, Ray!"
"Tapi aku ngga tahan kaya gini terus, Vi."
"Yaudah kalau kamu ngga tahan, kita putus aja!"
"Apa? Vi, aku ngga mau putus.."
"Kamu nyadar ngga sih, kita udah ngga cocok Ray."
"Tapi kita masih bisa perbaiki kok. Please, Vi."
"Maaf, Ray. Keputusan aku udah tetap."
"Via.. Hhh yaudahlah kalau itu memang yang terbaik buat kita. Makasih, Vi udah jadi penghias hati aku selama 6 bulan terakhir."
"Iya, Ray.."
*****
"Haha dasar si Cakka! Bukannya beli jaket yang warna biru aja biar Shilla senang." Komentar Rio.
"Tau tuh. Mana pas mau beli yang warna item nada ngomongnya ngeselin banget, Yo." Alvin menambahkan.
"Terus mana tuh Cakka sama Shilla?"
"Ngga tau, tadi gue sama Zahra berangkat duluan sih."
"Rio! Alvin! Itu, lihat Ify!" Zahra menunjuk Ify yang masih terbaring di tempat tidur.
"Kenapa, Zah? Ify ngga apa-apa tuh." Ujar Alvin.
"Itu coba lihat! Tangan Ify perlahan bergerak!"
"Iya apa? Bentar gue perhatiin dulu." Rio memandang tangan Ify, dan memang benar tangannya bergerak.
"Ri.. Rio.." Samar-samar terdengar suara Ify yang memanggil nama Rio.
"Iya, Ify. Gue disini." Rio menghampiri Ify. Kini, Ia sedang duduk di sebuah kursi disamping ranjang Ify.
"Ayo, Zahra. Biarkan mereka berdua dulu." Alvin menarik tangan Zahra keluar ruangan Ify.
"Gue dimana, Yo?" Tanya Ify, masih dengan keadaan yang lemas.
"Rumah sakit. Lo tadi kecelakaan, Fy."
"Ohya? Tadi gue habis nyebrangin gadis kecil. Terus pin dia jatuh ditengah jalan raya. Yaudah gue ambilin. Terus habis itu gue ngga sadar apa-apa deh."
"Ya ampun, Ify. Harusnya lo lebih hati-hati."
"Habis, yang gue lihat dari jauh, di pin itu ada foto gadis kecil sama sahabat cowo nya. Gue terlalu antusias ngambilnya. Soalnya gue keinget.. Sama... Sama... Sahabat kecil gue. Gue kangen sama dia." Jelas Ify.
"Ify.."
"Ify.. Lo masih inget kan siapa nama sahabat kecil lo?"
"Mario. Tapi di cincin yang dia kasih ini, dia pakai inisial R untuk namanya, Rio. A untuk Alyssa." Ify menunjukkan cincin yang terpasang di jari tengahnya berinisial 'RA'.
"Dan.. Fy? lo tau kan siapa nama gue?"
"Rio? Ma.. Mario?"
"Iya, Fy. Gue sahabat kecil lo, Mario."
"A.. Apa?!" Butiran bening dari mata Ify mulai mengalir.
"Kenapa?"
"Mario? Kenapa lo baru muncul? Gue udah nunggu bertahun-tahun, Yo.."
"Gue baru sadar kalau lo Alyssa kecil gue, Fy. Maaf."
"Ngga apa-apa, Mario. Yang penting gue udah ketemu sama sahabat kecil gue."
"Panggil Rio aja ya. Biar gue juga panggil lo Ify, bukan Alyssa."
"Iya, Rio."
"Heumm, Fy. For the second time, gue harap lo punya jawaban yang beda dari jawaban yang dulu. Lo... Lo mau ngga jadi pacar gue?"
Hening sejenak. Ify sedang berfikir. Hingga akhirnya mengeluarkan suara untuk mengatakan 3 kata.
"Iya. Gue mau."
"Makasih, Ify."
Sementara itu, diluar ruangan ada Alvin dan Zahra yang sedang duduk di kursi.
"Ihh Alvin. Kamu kok sempet-sempetnya main PSP sih?!"
"Ya sempetlah, Zahra. Toh aku lagi ngga ada kerjaan."
"Alvin! Zahra!" Seseorang memanggil nama mereka.
"Sivia? Dan.. Ray?"
"Ify gimana, Vin, Zah?" Tanya Sivia.
"Udah sadar kok. Itu di dalem. Tapi jangan masuk dulu, Ify lagi ngomong berdua sama Rio. Mending kalian duduk dulu deh." Jelas Alvin.
Sivia mengangguk. Lalu Ia duduk disebelah Zahra. Sedangkan Ray duduk disebelah Alvin dengan tampang yang sedih.
"Lo kenapa, Ray?" Tanya Alvin, tanpa mengalihkan pandangan dari PSPnya.
"Putus."
"Oh."
"....."
"Hah? Putus?! Serius lo?"
"Lo tuh yang ngga serius. Gue bilang putusnya kapan, nyadarnya kapan."
"Sorry, sorry. Ini lagi seru sih mainnya."
"Main apa sih? Pinjem dong." Ray melirik PSP milik Alvin.
"Yee udah lanjutin ceritanya dulu."
"Iya ah. Tadi gue ketemu Via di meja resepsionis. Terus kita barengan menuju kesini. Disepanjang jalan berantem kan, terus ujung-ujungnya Via minta putus."
"Tragis ah."
"Kisah cinta gue? Emang."
"Bukan. Ini mobil gue kebalik karena tabrakan." Alvin menunjukkan PSPnya kepada Ray. Ray langsung cemberut.
"Hello semua. Wah udah rame. Ify gimana?" Cakka yang baru tiba bersama Shilla langsung menghampiri Alvin, Ray, Sivia, dan Zahra yang sedang duduk.
"Darimana lo, Cak? Lama amat baru nyampe jam segini." Tanya Alvin.
"Tuh, Shilla. Tadi ketemu sahabat lamanya di mall. Terus biasa, ngegossip. Lamaaaa banget."
"Yaudah sih, Cak. Lo juga tadi nyari sepatu lamaaaa banget." Balas Shilla. Cakka malu.
"Udah, udah. Hemm, Vin. Masuk aja yuk, mungkin Rio udah selesai ngomong sama Ify." Usul Zahra.
Mereka berenam pun memasuki ruangan Ify. Ify dan Rio masih berbicara dengan akrab.
"Ify! Gimana keadaan lo?" Sivia yang pertama kali bertanya pada Ify.
"Udah baikan, Vi. Walau masih lemas nih."
"Rio, Rio. Daritadi lo akrab banget ngobrolnya sama Ify. Kaya baru jadian aja." Kata Cakka asal.
"Emang baru jadian." Jawab Rio santai.
"Serius?" Alvin kaget.
"Iyalah, Alvin."
"Huaaa selamat deh. Langgeng ya!"
"Amin, makasih, Ray. Lo sendiri gimana sama Sivia?"
"Now, it's over." Ujar Ray singkat.
"Ya ampun, sabar ya Ray. Sivia juga sabar ya." Kata Ify.
"Iya, Ify. Kalau suka ngga harus memiliki, kan?" Ungkap Ray.
Drrrttt! Rio merasakan handphone nya bergetar. Ia mengambilnya dari saku celana dan memperhatikan layar handphonenya. 'Oh ada sms dari Ozy.' Ia segera membacanya.
-From : Ozy-
Ka, gue udah ngungkapin perasaan gue sama Acha. Tapi gue ditolak. Ya, kalau suka ngga harus memiliki kan?
Rio tersenyum membaca isi pesan singkat tersebut. Tanpa membalasnya, Ia menutup pesan itu dan kembali memasukkan handphonenya kedalam saku celana.
"Iya, Ray. Kalau suka ngga harus memiliki."
It's our love story. Ini kisah cinta kami semua. Alvin-Zahra dulu pernah menjalin kisah cinta yang indah dan sempat terputus, kini kembali. Ray-Sivia sempat memiliki kisah cinta tersendiri, walau akhirnya harus berakhir. Cakka-Shilla mempunyai kisah cinta yang berbeda, yaitu sebagai keluarga. Dan juga Rio-Ify, yang akan memulai kisah cintanya mulai hari ini, hingga seterusnya.
TAMAT
Ucapan terima kasih, disampaikan kepada pembaca cerita bersambung ini, khususnya Aprill, Risti Astari, Dian Martina Octavia, Kak Anisa Fitriana, Monique Hoesan. Juga untuk Karima Fadla dan Sylvia Restu Mayestika yang sudah memberikan ide dalam cerita bersambung ini :)
It's our love story merupakan cerita bersambung pertama yang penulis buat. Karena ini part terakhir, komentarnya ditunggu ya. Untuk masukkan di cerita bersambung selanjutnya. See you!
With love,
Arimbi
"Ify.. Kok bisa jadi kaya gini sih.." Rio tertunduk.
"Rio! Gimana Ify?" Sebuah suara membuat Rio membalikan badan, melihat kearah pintu di ruangan itu.
"Masih belum sadar, Vin."
"Kok Ify bisa sampai kaya gini, Yo?"
"Gue juga ngga tau, Zahra. Tadi gue lagi markirin motor, terus tau-tau Ify udah jatuh."
"Sabar, Yo. Gue yakin, Ify ngga apa-apa." Alvin memegang pundak Rio.
"Semoga gitu. Makasih, Vin."
*****
"Sus, kamar Alyssa Saufika Umari nomor berapa ya?"
"Permisi, Alyssa Saufika Umari ada di kamar nomor berapa ya?"
Seorang laki-laki dan seorang perempuan menanyakan pertanyaan yang sama di resepsionis secara berbarengan. Penjaga resepsionis heran. Mereka saling memandang dengan wajah yang terkejut.
"Si.. Sivia?"
"Ray? Kamu kok disini?"
"Aku mau jenguk Ify lah. Kamu juga kan."
"Yaudah sih slow aja."
"Nada ngomongnya biasa aja bisa kali."
"Apasih!"
"Maaf, mas, mba. Tadi nanya kamarnya Alyssa kan? Ia ada di kamar nomor 306." Perkataan penjaga resepsionis melerai debat mereka.
"Oh iya makasih." Sivia pergi dari meja resepsionis, meninggalkan Ray.
"Via, tunggu!" Ray mengejar Sivia, dan kini Ia ada disamping Sivia. Berjalan berdampingan.
"Vi.. Sampai kapan hubungan kita kaya gini? Terima maafku ya, terus kita ngga akan berantem lagi kaya gini."
"Ngga semudah itu, Ray."
"Maksud kamu?"
"Aku udah ilfeel sama kamu. Aku udah kesel sama kamu. Aku butuh waktu, Ray!"
"Tapi aku ngga tahan kaya gini terus, Vi."
"Yaudah kalau kamu ngga tahan, kita putus aja!"
"Apa? Vi, aku ngga mau putus.."
"Kamu nyadar ngga sih, kita udah ngga cocok Ray."
"Tapi kita masih bisa perbaiki kok. Please, Vi."
"Maaf, Ray. Keputusan aku udah tetap."
"Via.. Hhh yaudahlah kalau itu memang yang terbaik buat kita. Makasih, Vi udah jadi penghias hati aku selama 6 bulan terakhir."
"Iya, Ray.."
*****
"Haha dasar si Cakka! Bukannya beli jaket yang warna biru aja biar Shilla senang." Komentar Rio.
"Tau tuh. Mana pas mau beli yang warna item nada ngomongnya ngeselin banget, Yo." Alvin menambahkan.
"Terus mana tuh Cakka sama Shilla?"
"Ngga tau, tadi gue sama Zahra berangkat duluan sih."
"Rio! Alvin! Itu, lihat Ify!" Zahra menunjuk Ify yang masih terbaring di tempat tidur.
"Kenapa, Zah? Ify ngga apa-apa tuh." Ujar Alvin.
"Itu coba lihat! Tangan Ify perlahan bergerak!"
"Iya apa? Bentar gue perhatiin dulu." Rio memandang tangan Ify, dan memang benar tangannya bergerak.
"Ri.. Rio.." Samar-samar terdengar suara Ify yang memanggil nama Rio.
"Iya, Ify. Gue disini." Rio menghampiri Ify. Kini, Ia sedang duduk di sebuah kursi disamping ranjang Ify.
"Ayo, Zahra. Biarkan mereka berdua dulu." Alvin menarik tangan Zahra keluar ruangan Ify.
"Gue dimana, Yo?" Tanya Ify, masih dengan keadaan yang lemas.
"Rumah sakit. Lo tadi kecelakaan, Fy."
"Ohya? Tadi gue habis nyebrangin gadis kecil. Terus pin dia jatuh ditengah jalan raya. Yaudah gue ambilin. Terus habis itu gue ngga sadar apa-apa deh."
"Ya ampun, Ify. Harusnya lo lebih hati-hati."
"Habis, yang gue lihat dari jauh, di pin itu ada foto gadis kecil sama sahabat cowo nya. Gue terlalu antusias ngambilnya. Soalnya gue keinget.. Sama... Sama... Sahabat kecil gue. Gue kangen sama dia." Jelas Ify.
"Ify.."
"Ify.. Lo masih inget kan siapa nama sahabat kecil lo?"
"Mario. Tapi di cincin yang dia kasih ini, dia pakai inisial R untuk namanya, Rio. A untuk Alyssa." Ify menunjukkan cincin yang terpasang di jari tengahnya berinisial 'RA'.
"Dan.. Fy? lo tau kan siapa nama gue?"
"Rio? Ma.. Mario?"
"Iya, Fy. Gue sahabat kecil lo, Mario."
"A.. Apa?!" Butiran bening dari mata Ify mulai mengalir.
"Kenapa?"
"Mario? Kenapa lo baru muncul? Gue udah nunggu bertahun-tahun, Yo.."
"Gue baru sadar kalau lo Alyssa kecil gue, Fy. Maaf."
"Ngga apa-apa, Mario. Yang penting gue udah ketemu sama sahabat kecil gue."
"Panggil Rio aja ya. Biar gue juga panggil lo Ify, bukan Alyssa."
"Iya, Rio."
"Heumm, Fy. For the second time, gue harap lo punya jawaban yang beda dari jawaban yang dulu. Lo... Lo mau ngga jadi pacar gue?"
Hening sejenak. Ify sedang berfikir. Hingga akhirnya mengeluarkan suara untuk mengatakan 3 kata.
"Iya. Gue mau."
"Makasih, Ify."
Sementara itu, diluar ruangan ada Alvin dan Zahra yang sedang duduk di kursi.
"Ihh Alvin. Kamu kok sempet-sempetnya main PSP sih?!"
"Ya sempetlah, Zahra. Toh aku lagi ngga ada kerjaan."
"Alvin! Zahra!" Seseorang memanggil nama mereka.
"Sivia? Dan.. Ray?"
"Ify gimana, Vin, Zah?" Tanya Sivia.
"Udah sadar kok. Itu di dalem. Tapi jangan masuk dulu, Ify lagi ngomong berdua sama Rio. Mending kalian duduk dulu deh." Jelas Alvin.
Sivia mengangguk. Lalu Ia duduk disebelah Zahra. Sedangkan Ray duduk disebelah Alvin dengan tampang yang sedih.
"Lo kenapa, Ray?" Tanya Alvin, tanpa mengalihkan pandangan dari PSPnya.
"Putus."
"Oh."
"....."
"Hah? Putus?! Serius lo?"
"Lo tuh yang ngga serius. Gue bilang putusnya kapan, nyadarnya kapan."
"Sorry, sorry. Ini lagi seru sih mainnya."
"Main apa sih? Pinjem dong." Ray melirik PSP milik Alvin.
"Yee udah lanjutin ceritanya dulu."
"Iya ah. Tadi gue ketemu Via di meja resepsionis. Terus kita barengan menuju kesini. Disepanjang jalan berantem kan, terus ujung-ujungnya Via minta putus."
"Tragis ah."
"Kisah cinta gue? Emang."
"Bukan. Ini mobil gue kebalik karena tabrakan." Alvin menunjukkan PSPnya kepada Ray. Ray langsung cemberut.
"Hello semua. Wah udah rame. Ify gimana?" Cakka yang baru tiba bersama Shilla langsung menghampiri Alvin, Ray, Sivia, dan Zahra yang sedang duduk.
"Darimana lo, Cak? Lama amat baru nyampe jam segini." Tanya Alvin.
"Tuh, Shilla. Tadi ketemu sahabat lamanya di mall. Terus biasa, ngegossip. Lamaaaa banget."
"Yaudah sih, Cak. Lo juga tadi nyari sepatu lamaaaa banget." Balas Shilla. Cakka malu.
"Udah, udah. Hemm, Vin. Masuk aja yuk, mungkin Rio udah selesai ngomong sama Ify." Usul Zahra.
Mereka berenam pun memasuki ruangan Ify. Ify dan Rio masih berbicara dengan akrab.
"Ify! Gimana keadaan lo?" Sivia yang pertama kali bertanya pada Ify.
"Udah baikan, Vi. Walau masih lemas nih."
"Rio, Rio. Daritadi lo akrab banget ngobrolnya sama Ify. Kaya baru jadian aja." Kata Cakka asal.
"Emang baru jadian." Jawab Rio santai.
"Serius?" Alvin kaget.
"Iyalah, Alvin."
"Huaaa selamat deh. Langgeng ya!"
"Amin, makasih, Ray. Lo sendiri gimana sama Sivia?"
"Now, it's over." Ujar Ray singkat.
"Ya ampun, sabar ya Ray. Sivia juga sabar ya." Kata Ify.
"Iya, Ify. Kalau suka ngga harus memiliki, kan?" Ungkap Ray.
Drrrttt! Rio merasakan handphone nya bergetar. Ia mengambilnya dari saku celana dan memperhatikan layar handphonenya. 'Oh ada sms dari Ozy.' Ia segera membacanya.
-From : Ozy-
Ka, gue udah ngungkapin perasaan gue sama Acha. Tapi gue ditolak. Ya, kalau suka ngga harus memiliki kan?
Rio tersenyum membaca isi pesan singkat tersebut. Tanpa membalasnya, Ia menutup pesan itu dan kembali memasukkan handphonenya kedalam saku celana.
"Iya, Ray. Kalau suka ngga harus memiliki."
It's our love story. Ini kisah cinta kami semua. Alvin-Zahra dulu pernah menjalin kisah cinta yang indah dan sempat terputus, kini kembali. Ray-Sivia sempat memiliki kisah cinta tersendiri, walau akhirnya harus berakhir. Cakka-Shilla mempunyai kisah cinta yang berbeda, yaitu sebagai keluarga. Dan juga Rio-Ify, yang akan memulai kisah cintanya mulai hari ini, hingga seterusnya.
TAMAT
Ucapan terima kasih, disampaikan kepada pembaca cerita bersambung ini, khususnya Aprill, Risti Astari, Dian Martina Octavia, Kak Anisa Fitriana, Monique Hoesan. Juga untuk Karima Fadla dan Sylvia Restu Mayestika yang sudah memberikan ide dalam cerita bersambung ini :)
It's our love story merupakan cerita bersambung pertama yang penulis buat. Karena ini part terakhir, komentarnya ditunggu ya. Untuk masukkan di cerita bersambung selanjutnya. See you!
With love,
Arimbi
It's our love story | Part 11
“Achaaa, ada temanmu nih.” Teriak Mama Acha dari luar kamar Acha.
Acha yang sedang mendengarkan lagu melalu handphonenya, berjalan keluar kamarnya menuju ruang tamu. Betapa kagetnya Acha ketika tamu itu adalah Ozy. Ia pun segera duduk disebelah Ozy, tanpa berkata apapun.
“Pagi, Cha.” Ozy menyapa Acha terlebih dahulu.
“......” Acha tidak menjawabnya.
“Cha, gue cuma mau minta maaf aja. Jujur, gue ngga tau kalau Ka Alvin bakal balikan sama Ka Zahra.”
“......” Acha masih terdiam. Tatapannya kosong.
“Ya, gue kan ngga bisa prediksi kalau mereka bakal balikan. Jadi waktu itu gue bilang mereka cuma mantanan aja. Tapi emang beneran mantanan, lho.”
“......”
“Gue minta maaf banget ya, Cha. Gue ngga mau berantem sama lo cuma karena hal ini. Maafin ya?” Ozy menyodorkan tangannya ke Acha untuk meminta maaf. Tapi tak direspon oleh Acha.
“Heummm ngga mau yah? Yahh Acha kok gitu sih..” Ozy menurunkan tangannya.
“Acha, emang masih berharap sama Ka Alvin ya?”
“Masih. Kalau dikasih kesempatan.” Kini Acha mulai berbicara, walau masih belum bisa menatap Ozy.
“Kalau sama orang lain, ngga mau ya?”
“Tergantung.”
“Kalau sama Ahmad Fauzy Adriansyah alias Ozy, gimana?”
Acha kaget. Refleks, langsung menatap Ozy dengan pandangan heran. Ozy jadi salting sendiri.
“Terlalu cepet untuk ngaku ya?”
“Hah?”
“Gue suka sama lo, Cha. Lama kelamaan, gue jadi suka sama lo. Tapi ini beneran terpendam. Apalagi pas lo bilang, lo suka sama Ka Alvin. Rasa suka gue makin terpendam, Cha.”
Acha terdiam dan menunduk.
“Yaaa walau lo masih berharap sama Ka Alvin, tapi gue cuma mau bilang kalau gue juga berharap sama lo. Untuk jadi pacar gue pastinya.”
DEG! Kali ini Acha benar-benar kaget. Ozy yang selama ini jadi tempat curhatnya ketika Ia sedang menyukai Ka Alvin malah menyukainya? Acha benar-benar tidak enak dengan perasaan Ozy. Ia pun mulai berbicara lagi.
“Zy...”
“Iyaaa?”
“Gue mau minta maaf. Gue childish banget ya, gara-gara hal kecil aja bisa marah sama lo. Gue minta maaf juga, selama ini nyakitin perasaan lo. Dengan gue curhat tentang rasa suka gue ke Ka Alvin. Dan terakhir gue mau minta maaf kalau.... gue ngga bisa jadi pacar lo. Menjalin persahabatan sama lo itu udah indah banget. Lo ngga harus memiliki gue untuk mengungkapkan rasa suka lo, Okey?” Ujar Acha lembut, sambil menatap Ozy.
Kini Ozy yang terdiam. Tak tau harus mengatakan apa.
“Ozy? Hallo? Lo ngambek ya?”
“Ehh.. engga kok, Cha.”
“Terus?”
“Gue seneng deh, kita bisa sahabatan. Lo bener, walau gue suka sama lo, gue ngga harus memiliki lo. Lagipula sayang ya, kalau mengakhiri persahabatan kita gini.”
“Iya, Zy.” Acha tersenyum manis.
*****
Rio tengah memarkirkan motornya di tempat parkir sebuah toko buku. Ify menunggunya di depan pintu masuk toko buku itu. Pandangan Ify tertuju pada seorang gadis kecil yang kira-kira berumur 6 tahun itu, yang hendak menyeberang. Jalan raya memang tidak terlalu ramai, tapi sepertinya gadis itu tidak punya keberanian untuk menyeberang. Kebetulan, tidak ada jembatan penyeberangan disana. Ify kemudian menghampirinya.
“Hey. Kamu mau menyeberang ya?” Sapa Ify lembut.
“Iya, Ka. Tapi aku ngga berani.”
“Kaka sebrangin ya.”
Gadis itu mengangguk. Ify menggenggam tangan sang gadis, lalu berjalan diatas zebra cross.
“Iyap sampai.”
“Makasih, Ka. Lho?” Gadis itu merasa kehilangan sesuatu. Ia melihat keadaan sekililing dan pandangannya terfokus pada jalan raya yang tadi dilewatinya.
“Kenapa, dek?”
“Pin aku terjatuh, Ka. Itu pin kesayangan aku.” Gadis itu menunjuk benda kecil yang tergeletak ditengah jalan.
“Oh, yaudah kamu tunggu disini, ya. Kaka ambilin.”
Ify kembali menyeberang, menuju tempat terjatuhnya pin itu. Yup, pin gadis kecil itu kini sudah ada di genggamannya. Ify membalikan badannya kearah gadis itu. Ia langsung berjalan menuju gadis itu tapi.......
“Kakaaaa!!!” Teriakan gadis itu membuat orang-orang sekitar menghampiri seorang anak permpuan yang tergeletak berlumuran darah. Korban tabrak lari. Dialah Ify.
Rio sudah memarkirkan motornya. Kini, Ia sedang mencari Ify. Tapi Ia tidak melihat Ify di area toko buku itu. Ia melihat kerumunan orang di jalan raya, tengah menggotong seorang anak ke pinggir jalan. Rio memutuskan untuk melihatnya.
“Permisi, permisi.” Rio mencoba melihat anak yang sedang dikerumuni orang-orang itu. Semakin dekat, semakin jelas pula wajah Ify yang berlumuran darah.
“Ifyyyyy!!!”
*****
“Ku tak akan bisa... Ku tak akan bisa..”
Handphone Alvin kembali berdering. Ia masih tidur juga. Dengan malas, Ia mengangkat telepon itu.
“Hallo?” Ujar Alvin terlebih dahulu.
“Pagi, Alvin. Temenin aku jalan yuk.”
“Hah siapa nih?”
“Lho? Ini Zahra, Alvin.”
“Zahra?”
Alvin kemudian melihat tulisan di layar handphone nya ‘Zahra calling’. Ia yang tadinya masih tiduran, refleks langsung bangun dan duduk diatas tempat tidur.
“Ohh iya Zahra. Kenapa? Maaf aku baru bangun tidur hehe.”
“Dasar, kamu! Temenin ke mall yuk. Pengen shopping deh. Mau ngga?”
“Mau banget. Jam berapa?”
“Aku sih maunya sekarang. Gimana dong?”
“Sekarang? Bisa kok. Yaudah aku mandi, siap-siap dulu deh ya. Nanti langsung kerumah kamu, aku jemput naik motor oke.”
“Oke deh. Makasih yaaa Alvin. Aku tunggu.”
Alvin bangun dan dengan segera melangkah menuju kamar mandi. 10 menit kemudian Ia sudah rapi. Setelah bersiap-siap, Ia menuju ke ruang keluarga, dimana Ayah, Ibu, dan Ka Nova sedang berkumpul.
“Pagi.” Sapa Alvin.
“Heu mentang-mentang hari libur, jam segini baru bangun.” Sindir Ka Nova.
“Biarin ah. Sirik aja.”
“Hush, udah, udah. Kamu mau kemana, Vin? Rapi banget.” Tanya Bunda.
“Temenin Zahra shopping, Bun. Boleh kan?”
“Ya boleh dong. Mumpung hari libur kan.”
“Naik apaan, Vin?” Tanya Ka Nova.
“Motor lo, lah. Pinjem ya, Ka. Thank youuuuu.” Alvin menyambar kunci motor yang ada di meja. Lalu sedikit berlari ke arah luar rumah.
“Ayah, Bunda. Alvin berangkat!” Teriak Alvin dari luar gerbang, Ia sudah standby di motor. Nova? Menggerutu didalam karena motornya digunakan begitu saja.
Alvin memacu motornya secepat mungkin. Benar saja, beberapa menit kemudian, Ia sudah tiba di depan pintu gerbang rumah Zahra. Terlihat Zahra sedang duduk di kursi yang ada di teras sambil membaca novel. Ketika Zahra memandang sesosok laki-laki diatas motor berada didepan rumahnya, Ia segera memasukan novel itu kedalam tas dan menghampiri laki-laki itu. Karena Zahra tau, bahwa itu Alvin.
“Hai, Zahra. Langsung jalan nih?” Ungkap Alvin setelah melepas helmnya.
“Iya, Vin. Ayo.”
Alvin memakai helmnya kembali dan langsung memacu motornya menuju mall terdekat. Ketika sampai, setelah memarkirkan motornya, Ia dan Zahra segera menuju ke sebuah toko baju. Yap, Zahra memang berniat untuk mencari baju.
“Yang warna biru itu lebih bagus deh kayanya.” Komentar Alvin, ketika Zahra mengambil sebuah mini dress berwarna merah.
“Masa? Tapi aku lebih suka sama yang warna merah ini.”
“Yakin? Ya kalau aku sih lebih suka sama yang warna biru itu.”
“Iya, Cak! Yang biru tuh lebih keren! Ngga percaya amat sih!” Suara yang tak asing lagi bagi Alvin dan Zahra membuat mereka mengalihkan pandangan kearah kanan mereka, dimana seorang laki-laki dan perempuan sedang berdebat memilik warna jaket. Mereka Cakka dan Shilla!
“Lho? Cakka? Shilla?” Alvin menatap mereka heran.
“Alvin? Zahra? Cieee berduaan aja nih.” Balas Shilla.
“Hahaha iya nih. Tumben kalian jalan bareng.” Ujar Zahra.
“Tau nih, Zah! Gue dipaksa nemenin Shilla shopping. Terus pas gue naksir jaket, gue maunya warna item. Eh dipaksa lagi sama Shilla suruh beli yang warna biru.” Cerita Cakka.
“Emang bagusan yang biru, Cak! Ngeyel deh!”
“Ihhh, tapi gue maunya yang item, Shillaaaa!”
“Stop! Stop! Aduuh apaan sih, gituan aja diributin!” Alvin berusaha melerai mereka.
“Iya tau nih, berisik tau!” Ungkap Zahra.
Tiba-tiba handphone Alvin berdering, tanda sms masuk.
-From : 9d_Rio-
Vin, Ify kecelakaan! Cepet ke RS Bintang. Kasih tau yang lain.
‘Apaaa? Ify kecelakaan? Gawat!’ Batin Alvin.
“Zahra, yaudah kamu beli aja mini dress nya yang warna merah. Cepetan gih, bayar. Cakka, lo juga cepetan deh bayar mau jaket yang mana!”
“Hah? Emang kenapa, Vin? Kok harus cepet-cepet gitu?” Shilla heran.
“Ify kecelakaan, Shill. Gue barusan di sms Rio. Ayo, habis ini kita ke RS bareng. Gue naik motor sama Zahra, lo sama Cakka terserahlah naik apa yang penting nyampe.”
“Woo tega! Jelas-jelas gue kesini sama supir kok. Yeee.” Protes Cakka.
“Hhhh yaudah Cak, cepetan sana bayar!”
“Iya, iya. Warna item aja aaahhh~” Cakka mengambil jaket warna hitam dan membawanya ke kasir. Zahra juga membawa mini dress merah ke kasir.
Alvin menyempatkan diri untuk sms hal itu kepada Ray dan Sivia.
-To : 9a_Ray-
Ify kecelakaan. Cepet ke RS Bintang.
-To : 9b_Sivia-
Vi, Ify kecelakaan. Cepetan ke RS Bintang, ya.
Cakka dan Zahra sudah membawa tas belanjaan masing-masing. Kemudian, mereka segera menuju parkiran mall. Secepat mungkin mereka beranjak dari mall menuju RS Bintang.
to be continued...
Acha yang sedang mendengarkan lagu melalu handphonenya, berjalan keluar kamarnya menuju ruang tamu. Betapa kagetnya Acha ketika tamu itu adalah Ozy. Ia pun segera duduk disebelah Ozy, tanpa berkata apapun.
“Pagi, Cha.” Ozy menyapa Acha terlebih dahulu.
“......” Acha tidak menjawabnya.
“Cha, gue cuma mau minta maaf aja. Jujur, gue ngga tau kalau Ka Alvin bakal balikan sama Ka Zahra.”
“......” Acha masih terdiam. Tatapannya kosong.
“Ya, gue kan ngga bisa prediksi kalau mereka bakal balikan. Jadi waktu itu gue bilang mereka cuma mantanan aja. Tapi emang beneran mantanan, lho.”
“......”
“Gue minta maaf banget ya, Cha. Gue ngga mau berantem sama lo cuma karena hal ini. Maafin ya?” Ozy menyodorkan tangannya ke Acha untuk meminta maaf. Tapi tak direspon oleh Acha.
“Heummm ngga mau yah? Yahh Acha kok gitu sih..” Ozy menurunkan tangannya.
“Acha, emang masih berharap sama Ka Alvin ya?”
“Masih. Kalau dikasih kesempatan.” Kini Acha mulai berbicara, walau masih belum bisa menatap Ozy.
“Kalau sama orang lain, ngga mau ya?”
“Tergantung.”
“Kalau sama Ahmad Fauzy Adriansyah alias Ozy, gimana?”
Acha kaget. Refleks, langsung menatap Ozy dengan pandangan heran. Ozy jadi salting sendiri.
“Terlalu cepet untuk ngaku ya?”
“Hah?”
“Gue suka sama lo, Cha. Lama kelamaan, gue jadi suka sama lo. Tapi ini beneran terpendam. Apalagi pas lo bilang, lo suka sama Ka Alvin. Rasa suka gue makin terpendam, Cha.”
Acha terdiam dan menunduk.
“Yaaa walau lo masih berharap sama Ka Alvin, tapi gue cuma mau bilang kalau gue juga berharap sama lo. Untuk jadi pacar gue pastinya.”
DEG! Kali ini Acha benar-benar kaget. Ozy yang selama ini jadi tempat curhatnya ketika Ia sedang menyukai Ka Alvin malah menyukainya? Acha benar-benar tidak enak dengan perasaan Ozy. Ia pun mulai berbicara lagi.
“Zy...”
“Iyaaa?”
“Gue mau minta maaf. Gue childish banget ya, gara-gara hal kecil aja bisa marah sama lo. Gue minta maaf juga, selama ini nyakitin perasaan lo. Dengan gue curhat tentang rasa suka gue ke Ka Alvin. Dan terakhir gue mau minta maaf kalau.... gue ngga bisa jadi pacar lo. Menjalin persahabatan sama lo itu udah indah banget. Lo ngga harus memiliki gue untuk mengungkapkan rasa suka lo, Okey?” Ujar Acha lembut, sambil menatap Ozy.
Kini Ozy yang terdiam. Tak tau harus mengatakan apa.
“Ozy? Hallo? Lo ngambek ya?”
“Ehh.. engga kok, Cha.”
“Terus?”
“Gue seneng deh, kita bisa sahabatan. Lo bener, walau gue suka sama lo, gue ngga harus memiliki lo. Lagipula sayang ya, kalau mengakhiri persahabatan kita gini.”
“Iya, Zy.” Acha tersenyum manis.
*****
Rio tengah memarkirkan motornya di tempat parkir sebuah toko buku. Ify menunggunya di depan pintu masuk toko buku itu. Pandangan Ify tertuju pada seorang gadis kecil yang kira-kira berumur 6 tahun itu, yang hendak menyeberang. Jalan raya memang tidak terlalu ramai, tapi sepertinya gadis itu tidak punya keberanian untuk menyeberang. Kebetulan, tidak ada jembatan penyeberangan disana. Ify kemudian menghampirinya.
“Hey. Kamu mau menyeberang ya?” Sapa Ify lembut.
“Iya, Ka. Tapi aku ngga berani.”
“Kaka sebrangin ya.”
Gadis itu mengangguk. Ify menggenggam tangan sang gadis, lalu berjalan diatas zebra cross.
“Iyap sampai.”
“Makasih, Ka. Lho?” Gadis itu merasa kehilangan sesuatu. Ia melihat keadaan sekililing dan pandangannya terfokus pada jalan raya yang tadi dilewatinya.
“Kenapa, dek?”
“Pin aku terjatuh, Ka. Itu pin kesayangan aku.” Gadis itu menunjuk benda kecil yang tergeletak ditengah jalan.
“Oh, yaudah kamu tunggu disini, ya. Kaka ambilin.”
Ify kembali menyeberang, menuju tempat terjatuhnya pin itu. Yup, pin gadis kecil itu kini sudah ada di genggamannya. Ify membalikan badannya kearah gadis itu. Ia langsung berjalan menuju gadis itu tapi.......
“Kakaaaa!!!” Teriakan gadis itu membuat orang-orang sekitar menghampiri seorang anak permpuan yang tergeletak berlumuran darah. Korban tabrak lari. Dialah Ify.
Rio sudah memarkirkan motornya. Kini, Ia sedang mencari Ify. Tapi Ia tidak melihat Ify di area toko buku itu. Ia melihat kerumunan orang di jalan raya, tengah menggotong seorang anak ke pinggir jalan. Rio memutuskan untuk melihatnya.
“Permisi, permisi.” Rio mencoba melihat anak yang sedang dikerumuni orang-orang itu. Semakin dekat, semakin jelas pula wajah Ify yang berlumuran darah.
“Ifyyyyy!!!”
*****
“Ku tak akan bisa... Ku tak akan bisa..”
Handphone Alvin kembali berdering. Ia masih tidur juga. Dengan malas, Ia mengangkat telepon itu.
“Hallo?” Ujar Alvin terlebih dahulu.
“Pagi, Alvin. Temenin aku jalan yuk.”
“Hah siapa nih?”
“Lho? Ini Zahra, Alvin.”
“Zahra?”
Alvin kemudian melihat tulisan di layar handphone nya ‘Zahra calling’. Ia yang tadinya masih tiduran, refleks langsung bangun dan duduk diatas tempat tidur.
“Ohh iya Zahra. Kenapa? Maaf aku baru bangun tidur hehe.”
“Dasar, kamu! Temenin ke mall yuk. Pengen shopping deh. Mau ngga?”
“Mau banget. Jam berapa?”
“Aku sih maunya sekarang. Gimana dong?”
“Sekarang? Bisa kok. Yaudah aku mandi, siap-siap dulu deh ya. Nanti langsung kerumah kamu, aku jemput naik motor oke.”
“Oke deh. Makasih yaaa Alvin. Aku tunggu.”
Alvin bangun dan dengan segera melangkah menuju kamar mandi. 10 menit kemudian Ia sudah rapi. Setelah bersiap-siap, Ia menuju ke ruang keluarga, dimana Ayah, Ibu, dan Ka Nova sedang berkumpul.
“Pagi.” Sapa Alvin.
“Heu mentang-mentang hari libur, jam segini baru bangun.” Sindir Ka Nova.
“Biarin ah. Sirik aja.”
“Hush, udah, udah. Kamu mau kemana, Vin? Rapi banget.” Tanya Bunda.
“Temenin Zahra shopping, Bun. Boleh kan?”
“Ya boleh dong. Mumpung hari libur kan.”
“Naik apaan, Vin?” Tanya Ka Nova.
“Motor lo, lah. Pinjem ya, Ka. Thank youuuuu.” Alvin menyambar kunci motor yang ada di meja. Lalu sedikit berlari ke arah luar rumah.
“Ayah, Bunda. Alvin berangkat!” Teriak Alvin dari luar gerbang, Ia sudah standby di motor. Nova? Menggerutu didalam karena motornya digunakan begitu saja.
Alvin memacu motornya secepat mungkin. Benar saja, beberapa menit kemudian, Ia sudah tiba di depan pintu gerbang rumah Zahra. Terlihat Zahra sedang duduk di kursi yang ada di teras sambil membaca novel. Ketika Zahra memandang sesosok laki-laki diatas motor berada didepan rumahnya, Ia segera memasukan novel itu kedalam tas dan menghampiri laki-laki itu. Karena Zahra tau, bahwa itu Alvin.
“Hai, Zahra. Langsung jalan nih?” Ungkap Alvin setelah melepas helmnya.
“Iya, Vin. Ayo.”
Alvin memakai helmnya kembali dan langsung memacu motornya menuju mall terdekat. Ketika sampai, setelah memarkirkan motornya, Ia dan Zahra segera menuju ke sebuah toko baju. Yap, Zahra memang berniat untuk mencari baju.
“Yang warna biru itu lebih bagus deh kayanya.” Komentar Alvin, ketika Zahra mengambil sebuah mini dress berwarna merah.
“Masa? Tapi aku lebih suka sama yang warna merah ini.”
“Yakin? Ya kalau aku sih lebih suka sama yang warna biru itu.”
“Iya, Cak! Yang biru tuh lebih keren! Ngga percaya amat sih!” Suara yang tak asing lagi bagi Alvin dan Zahra membuat mereka mengalihkan pandangan kearah kanan mereka, dimana seorang laki-laki dan perempuan sedang berdebat memilik warna jaket. Mereka Cakka dan Shilla!
“Lho? Cakka? Shilla?” Alvin menatap mereka heran.
“Alvin? Zahra? Cieee berduaan aja nih.” Balas Shilla.
“Hahaha iya nih. Tumben kalian jalan bareng.” Ujar Zahra.
“Tau nih, Zah! Gue dipaksa nemenin Shilla shopping. Terus pas gue naksir jaket, gue maunya warna item. Eh dipaksa lagi sama Shilla suruh beli yang warna biru.” Cerita Cakka.
“Emang bagusan yang biru, Cak! Ngeyel deh!”
“Ihhh, tapi gue maunya yang item, Shillaaaa!”
“Stop! Stop! Aduuh apaan sih, gituan aja diributin!” Alvin berusaha melerai mereka.
“Iya tau nih, berisik tau!” Ungkap Zahra.
Tiba-tiba handphone Alvin berdering, tanda sms masuk.
-From : 9d_Rio-
Vin, Ify kecelakaan! Cepet ke RS Bintang. Kasih tau yang lain.
‘Apaaa? Ify kecelakaan? Gawat!’ Batin Alvin.
“Zahra, yaudah kamu beli aja mini dress nya yang warna merah. Cepetan gih, bayar. Cakka, lo juga cepetan deh bayar mau jaket yang mana!”
“Hah? Emang kenapa, Vin? Kok harus cepet-cepet gitu?” Shilla heran.
“Ify kecelakaan, Shill. Gue barusan di sms Rio. Ayo, habis ini kita ke RS bareng. Gue naik motor sama Zahra, lo sama Cakka terserahlah naik apa yang penting nyampe.”
“Woo tega! Jelas-jelas gue kesini sama supir kok. Yeee.” Protes Cakka.
“Hhhh yaudah Cak, cepetan sana bayar!”
“Iya, iya. Warna item aja aaahhh~” Cakka mengambil jaket warna hitam dan membawanya ke kasir. Zahra juga membawa mini dress merah ke kasir.
Alvin menyempatkan diri untuk sms hal itu kepada Ray dan Sivia.
-To : 9a_Ray-
Ify kecelakaan. Cepet ke RS Bintang.
-To : 9b_Sivia-
Vi, Ify kecelakaan. Cepetan ke RS Bintang, ya.
Cakka dan Zahra sudah membawa tas belanjaan masing-masing. Kemudian, mereka segera menuju parkiran mall. Secepat mungkin mereka beranjak dari mall menuju RS Bintang.
to be continued...
Langganan:
Postingan (Atom)