“Achaaa, ada temanmu nih.” Teriak Mama Acha dari luar kamar Acha.
Acha yang sedang mendengarkan lagu melalu handphonenya, berjalan keluar kamarnya menuju ruang tamu. Betapa kagetnya Acha ketika tamu itu adalah Ozy. Ia pun segera duduk disebelah Ozy, tanpa berkata apapun.
“Pagi, Cha.” Ozy menyapa Acha terlebih dahulu.
“......” Acha tidak menjawabnya.
“Cha, gue cuma mau minta maaf aja. Jujur, gue ngga tau kalau Ka Alvin bakal balikan sama Ka Zahra.”
“......” Acha masih terdiam. Tatapannya kosong.
“Ya, gue kan ngga bisa prediksi kalau mereka bakal balikan. Jadi waktu itu gue bilang mereka cuma mantanan aja. Tapi emang beneran mantanan, lho.”
“......”
“Gue minta maaf banget ya, Cha. Gue ngga mau berantem sama lo cuma karena hal ini. Maafin ya?” Ozy menyodorkan tangannya ke Acha untuk meminta maaf. Tapi tak direspon oleh Acha.
“Heummm ngga mau yah? Yahh Acha kok gitu sih..” Ozy menurunkan tangannya.
“Acha, emang masih berharap sama Ka Alvin ya?”
“Masih. Kalau dikasih kesempatan.” Kini Acha mulai berbicara, walau masih belum bisa menatap Ozy.
“Kalau sama orang lain, ngga mau ya?”
“Tergantung.”
“Kalau sama Ahmad Fauzy Adriansyah alias Ozy, gimana?”
Acha kaget. Refleks, langsung menatap Ozy dengan pandangan heran. Ozy jadi salting sendiri.
“Terlalu cepet untuk ngaku ya?”
“Hah?”
“Gue suka sama lo, Cha. Lama kelamaan, gue jadi suka sama lo. Tapi ini beneran terpendam. Apalagi pas lo bilang, lo suka sama Ka Alvin. Rasa suka gue makin terpendam, Cha.”
Acha terdiam dan menunduk.
“Yaaa walau lo masih berharap sama Ka Alvin, tapi gue cuma mau bilang kalau gue juga berharap sama lo. Untuk jadi pacar gue pastinya.”
DEG! Kali ini Acha benar-benar kaget. Ozy yang selama ini jadi tempat curhatnya ketika Ia sedang menyukai Ka Alvin malah menyukainya? Acha benar-benar tidak enak dengan perasaan Ozy. Ia pun mulai berbicara lagi.
“Zy...”
“Iyaaa?”
“Gue mau minta maaf. Gue childish banget ya, gara-gara hal kecil aja bisa marah sama lo. Gue minta maaf juga, selama ini nyakitin perasaan lo. Dengan gue curhat tentang rasa suka gue ke Ka Alvin. Dan terakhir gue mau minta maaf kalau.... gue ngga bisa jadi pacar lo. Menjalin persahabatan sama lo itu udah indah banget. Lo ngga harus memiliki gue untuk mengungkapkan rasa suka lo, Okey?” Ujar Acha lembut, sambil menatap Ozy.
Kini Ozy yang terdiam. Tak tau harus mengatakan apa.
“Ozy? Hallo? Lo ngambek ya?”
“Ehh.. engga kok, Cha.”
“Terus?”
“Gue seneng deh, kita bisa sahabatan. Lo bener, walau gue suka sama lo, gue ngga harus memiliki lo. Lagipula sayang ya, kalau mengakhiri persahabatan kita gini.”
“Iya, Zy.” Acha tersenyum manis.
*****
Rio tengah memarkirkan motornya di tempat parkir sebuah toko buku. Ify menunggunya di depan pintu masuk toko buku itu. Pandangan Ify tertuju pada seorang gadis kecil yang kira-kira berumur 6 tahun itu, yang hendak menyeberang. Jalan raya memang tidak terlalu ramai, tapi sepertinya gadis itu tidak punya keberanian untuk menyeberang. Kebetulan, tidak ada jembatan penyeberangan disana. Ify kemudian menghampirinya.
“Hey. Kamu mau menyeberang ya?” Sapa Ify lembut.
“Iya, Ka. Tapi aku ngga berani.”
“Kaka sebrangin ya.”
Gadis itu mengangguk. Ify menggenggam tangan sang gadis, lalu berjalan diatas zebra cross.
“Iyap sampai.”
“Makasih, Ka. Lho?” Gadis itu merasa kehilangan sesuatu. Ia melihat keadaan sekililing dan pandangannya terfokus pada jalan raya yang tadi dilewatinya.
“Kenapa, dek?”
“Pin aku terjatuh, Ka. Itu pin kesayangan aku.” Gadis itu menunjuk benda kecil yang tergeletak ditengah jalan.
“Oh, yaudah kamu tunggu disini, ya. Kaka ambilin.”
Ify kembali menyeberang, menuju tempat terjatuhnya pin itu. Yup, pin gadis kecil itu kini sudah ada di genggamannya. Ify membalikan badannya kearah gadis itu. Ia langsung berjalan menuju gadis itu tapi.......
“Kakaaaa!!!” Teriakan gadis itu membuat orang-orang sekitar menghampiri seorang anak permpuan yang tergeletak berlumuran darah. Korban tabrak lari. Dialah Ify.
Rio sudah memarkirkan motornya. Kini, Ia sedang mencari Ify. Tapi Ia tidak melihat Ify di area toko buku itu. Ia melihat kerumunan orang di jalan raya, tengah menggotong seorang anak ke pinggir jalan. Rio memutuskan untuk melihatnya.
“Permisi, permisi.” Rio mencoba melihat anak yang sedang dikerumuni orang-orang itu. Semakin dekat, semakin jelas pula wajah Ify yang berlumuran darah.
“Ifyyyyy!!!”
*****
“Ku tak akan bisa... Ku tak akan bisa..”
Handphone Alvin kembali berdering. Ia masih tidur juga. Dengan malas, Ia mengangkat telepon itu.
“Hallo?” Ujar Alvin terlebih dahulu.
“Pagi, Alvin. Temenin aku jalan yuk.”
“Hah siapa nih?”
“Lho? Ini Zahra, Alvin.”
“Zahra?”
Alvin kemudian melihat tulisan di layar handphone nya ‘Zahra calling’. Ia yang tadinya masih tiduran, refleks langsung bangun dan duduk diatas tempat tidur.
“Ohh iya Zahra. Kenapa? Maaf aku baru bangun tidur hehe.”
“Dasar, kamu! Temenin ke mall yuk. Pengen shopping deh. Mau ngga?”
“Mau banget. Jam berapa?”
“Aku sih maunya sekarang. Gimana dong?”
“Sekarang? Bisa kok. Yaudah aku mandi, siap-siap dulu deh ya. Nanti langsung kerumah kamu, aku jemput naik motor oke.”
“Oke deh. Makasih yaaa Alvin. Aku tunggu.”
Alvin bangun dan dengan segera melangkah menuju kamar mandi. 10 menit kemudian Ia sudah rapi. Setelah bersiap-siap, Ia menuju ke ruang keluarga, dimana Ayah, Ibu, dan Ka Nova sedang berkumpul.
“Pagi.” Sapa Alvin.
“Heu mentang-mentang hari libur, jam segini baru bangun.” Sindir Ka Nova.
“Biarin ah. Sirik aja.”
“Hush, udah, udah. Kamu mau kemana, Vin? Rapi banget.” Tanya Bunda.
“Temenin Zahra shopping, Bun. Boleh kan?”
“Ya boleh dong. Mumpung hari libur kan.”
“Naik apaan, Vin?” Tanya Ka Nova.
“Motor lo, lah. Pinjem ya, Ka. Thank youuuuu.” Alvin menyambar kunci motor yang ada di meja. Lalu sedikit berlari ke arah luar rumah.
“Ayah, Bunda. Alvin berangkat!” Teriak Alvin dari luar gerbang, Ia sudah standby di motor. Nova? Menggerutu didalam karena motornya digunakan begitu saja.
Alvin memacu motornya secepat mungkin. Benar saja, beberapa menit kemudian, Ia sudah tiba di depan pintu gerbang rumah Zahra. Terlihat Zahra sedang duduk di kursi yang ada di teras sambil membaca novel. Ketika Zahra memandang sesosok laki-laki diatas motor berada didepan rumahnya, Ia segera memasukan novel itu kedalam tas dan menghampiri laki-laki itu. Karena Zahra tau, bahwa itu Alvin.
“Hai, Zahra. Langsung jalan nih?” Ungkap Alvin setelah melepas helmnya.
“Iya, Vin. Ayo.”
Alvin memakai helmnya kembali dan langsung memacu motornya menuju mall terdekat. Ketika sampai, setelah memarkirkan motornya, Ia dan Zahra segera menuju ke sebuah toko baju. Yap, Zahra memang berniat untuk mencari baju.
“Yang warna biru itu lebih bagus deh kayanya.” Komentar Alvin, ketika Zahra mengambil sebuah mini dress berwarna merah.
“Masa? Tapi aku lebih suka sama yang warna merah ini.”
“Yakin? Ya kalau aku sih lebih suka sama yang warna biru itu.”
“Iya, Cak! Yang biru tuh lebih keren! Ngga percaya amat sih!” Suara yang tak asing lagi bagi Alvin dan Zahra membuat mereka mengalihkan pandangan kearah kanan mereka, dimana seorang laki-laki dan perempuan sedang berdebat memilik warna jaket. Mereka Cakka dan Shilla!
“Lho? Cakka? Shilla?” Alvin menatap mereka heran.
“Alvin? Zahra? Cieee berduaan aja nih.” Balas Shilla.
“Hahaha iya nih. Tumben kalian jalan bareng.” Ujar Zahra.
“Tau nih, Zah! Gue dipaksa nemenin Shilla shopping. Terus pas gue naksir jaket, gue maunya warna item. Eh dipaksa lagi sama Shilla suruh beli yang warna biru.” Cerita Cakka.
“Emang bagusan yang biru, Cak! Ngeyel deh!”
“Ihhh, tapi gue maunya yang item, Shillaaaa!”
“Stop! Stop! Aduuh apaan sih, gituan aja diributin!” Alvin berusaha melerai mereka.
“Iya tau nih, berisik tau!” Ungkap Zahra.
Tiba-tiba handphone Alvin berdering, tanda sms masuk.
-From : 9d_Rio-
Vin, Ify kecelakaan! Cepet ke RS Bintang. Kasih tau yang lain.
‘Apaaa? Ify kecelakaan? Gawat!’ Batin Alvin.
“Zahra, yaudah kamu beli aja mini dress nya yang warna merah. Cepetan gih, bayar. Cakka, lo juga cepetan deh bayar mau jaket yang mana!”
“Hah? Emang kenapa, Vin? Kok harus cepet-cepet gitu?” Shilla heran.
“Ify kecelakaan, Shill. Gue barusan di sms Rio. Ayo, habis ini kita ke RS bareng. Gue naik motor sama Zahra, lo sama Cakka terserahlah naik apa yang penting nyampe.”
“Woo tega! Jelas-jelas gue kesini sama supir kok. Yeee.” Protes Cakka.
“Hhhh yaudah Cak, cepetan sana bayar!”
“Iya, iya. Warna item aja aaahhh~” Cakka mengambil jaket warna hitam dan membawanya ke kasir. Zahra juga membawa mini dress merah ke kasir.
Alvin menyempatkan diri untuk sms hal itu kepada Ray dan Sivia.
-To : 9a_Ray-
Ify kecelakaan. Cepet ke RS Bintang.
-To : 9b_Sivia-
Vi, Ify kecelakaan. Cepetan ke RS Bintang, ya.
Cakka dan Zahra sudah membawa tas belanjaan masing-masing. Kemudian, mereka segera menuju parkiran mall. Secepat mungkin mereka beranjak dari mall menuju RS Bintang.
to be continued...
Minggu, 01 Agustus 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Minggu, 01 Agustus 2010
It's our love story | Part 11
“Achaaa, ada temanmu nih.” Teriak Mama Acha dari luar kamar Acha.
Acha yang sedang mendengarkan lagu melalu handphonenya, berjalan keluar kamarnya menuju ruang tamu. Betapa kagetnya Acha ketika tamu itu adalah Ozy. Ia pun segera duduk disebelah Ozy, tanpa berkata apapun.
“Pagi, Cha.” Ozy menyapa Acha terlebih dahulu.
“......” Acha tidak menjawabnya.
“Cha, gue cuma mau minta maaf aja. Jujur, gue ngga tau kalau Ka Alvin bakal balikan sama Ka Zahra.”
“......” Acha masih terdiam. Tatapannya kosong.
“Ya, gue kan ngga bisa prediksi kalau mereka bakal balikan. Jadi waktu itu gue bilang mereka cuma mantanan aja. Tapi emang beneran mantanan, lho.”
“......”
“Gue minta maaf banget ya, Cha. Gue ngga mau berantem sama lo cuma karena hal ini. Maafin ya?” Ozy menyodorkan tangannya ke Acha untuk meminta maaf. Tapi tak direspon oleh Acha.
“Heummm ngga mau yah? Yahh Acha kok gitu sih..” Ozy menurunkan tangannya.
“Acha, emang masih berharap sama Ka Alvin ya?”
“Masih. Kalau dikasih kesempatan.” Kini Acha mulai berbicara, walau masih belum bisa menatap Ozy.
“Kalau sama orang lain, ngga mau ya?”
“Tergantung.”
“Kalau sama Ahmad Fauzy Adriansyah alias Ozy, gimana?”
Acha kaget. Refleks, langsung menatap Ozy dengan pandangan heran. Ozy jadi salting sendiri.
“Terlalu cepet untuk ngaku ya?”
“Hah?”
“Gue suka sama lo, Cha. Lama kelamaan, gue jadi suka sama lo. Tapi ini beneran terpendam. Apalagi pas lo bilang, lo suka sama Ka Alvin. Rasa suka gue makin terpendam, Cha.”
Acha terdiam dan menunduk.
“Yaaa walau lo masih berharap sama Ka Alvin, tapi gue cuma mau bilang kalau gue juga berharap sama lo. Untuk jadi pacar gue pastinya.”
DEG! Kali ini Acha benar-benar kaget. Ozy yang selama ini jadi tempat curhatnya ketika Ia sedang menyukai Ka Alvin malah menyukainya? Acha benar-benar tidak enak dengan perasaan Ozy. Ia pun mulai berbicara lagi.
“Zy...”
“Iyaaa?”
“Gue mau minta maaf. Gue childish banget ya, gara-gara hal kecil aja bisa marah sama lo. Gue minta maaf juga, selama ini nyakitin perasaan lo. Dengan gue curhat tentang rasa suka gue ke Ka Alvin. Dan terakhir gue mau minta maaf kalau.... gue ngga bisa jadi pacar lo. Menjalin persahabatan sama lo itu udah indah banget. Lo ngga harus memiliki gue untuk mengungkapkan rasa suka lo, Okey?” Ujar Acha lembut, sambil menatap Ozy.
Kini Ozy yang terdiam. Tak tau harus mengatakan apa.
“Ozy? Hallo? Lo ngambek ya?”
“Ehh.. engga kok, Cha.”
“Terus?”
“Gue seneng deh, kita bisa sahabatan. Lo bener, walau gue suka sama lo, gue ngga harus memiliki lo. Lagipula sayang ya, kalau mengakhiri persahabatan kita gini.”
“Iya, Zy.” Acha tersenyum manis.
*****
Rio tengah memarkirkan motornya di tempat parkir sebuah toko buku. Ify menunggunya di depan pintu masuk toko buku itu. Pandangan Ify tertuju pada seorang gadis kecil yang kira-kira berumur 6 tahun itu, yang hendak menyeberang. Jalan raya memang tidak terlalu ramai, tapi sepertinya gadis itu tidak punya keberanian untuk menyeberang. Kebetulan, tidak ada jembatan penyeberangan disana. Ify kemudian menghampirinya.
“Hey. Kamu mau menyeberang ya?” Sapa Ify lembut.
“Iya, Ka. Tapi aku ngga berani.”
“Kaka sebrangin ya.”
Gadis itu mengangguk. Ify menggenggam tangan sang gadis, lalu berjalan diatas zebra cross.
“Iyap sampai.”
“Makasih, Ka. Lho?” Gadis itu merasa kehilangan sesuatu. Ia melihat keadaan sekililing dan pandangannya terfokus pada jalan raya yang tadi dilewatinya.
“Kenapa, dek?”
“Pin aku terjatuh, Ka. Itu pin kesayangan aku.” Gadis itu menunjuk benda kecil yang tergeletak ditengah jalan.
“Oh, yaudah kamu tunggu disini, ya. Kaka ambilin.”
Ify kembali menyeberang, menuju tempat terjatuhnya pin itu. Yup, pin gadis kecil itu kini sudah ada di genggamannya. Ify membalikan badannya kearah gadis itu. Ia langsung berjalan menuju gadis itu tapi.......
“Kakaaaa!!!” Teriakan gadis itu membuat orang-orang sekitar menghampiri seorang anak permpuan yang tergeletak berlumuran darah. Korban tabrak lari. Dialah Ify.
Rio sudah memarkirkan motornya. Kini, Ia sedang mencari Ify. Tapi Ia tidak melihat Ify di area toko buku itu. Ia melihat kerumunan orang di jalan raya, tengah menggotong seorang anak ke pinggir jalan. Rio memutuskan untuk melihatnya.
“Permisi, permisi.” Rio mencoba melihat anak yang sedang dikerumuni orang-orang itu. Semakin dekat, semakin jelas pula wajah Ify yang berlumuran darah.
“Ifyyyyy!!!”
*****
“Ku tak akan bisa... Ku tak akan bisa..”
Handphone Alvin kembali berdering. Ia masih tidur juga. Dengan malas, Ia mengangkat telepon itu.
“Hallo?” Ujar Alvin terlebih dahulu.
“Pagi, Alvin. Temenin aku jalan yuk.”
“Hah siapa nih?”
“Lho? Ini Zahra, Alvin.”
“Zahra?”
Alvin kemudian melihat tulisan di layar handphone nya ‘Zahra calling’. Ia yang tadinya masih tiduran, refleks langsung bangun dan duduk diatas tempat tidur.
“Ohh iya Zahra. Kenapa? Maaf aku baru bangun tidur hehe.”
“Dasar, kamu! Temenin ke mall yuk. Pengen shopping deh. Mau ngga?”
“Mau banget. Jam berapa?”
“Aku sih maunya sekarang. Gimana dong?”
“Sekarang? Bisa kok. Yaudah aku mandi, siap-siap dulu deh ya. Nanti langsung kerumah kamu, aku jemput naik motor oke.”
“Oke deh. Makasih yaaa Alvin. Aku tunggu.”
Alvin bangun dan dengan segera melangkah menuju kamar mandi. 10 menit kemudian Ia sudah rapi. Setelah bersiap-siap, Ia menuju ke ruang keluarga, dimana Ayah, Ibu, dan Ka Nova sedang berkumpul.
“Pagi.” Sapa Alvin.
“Heu mentang-mentang hari libur, jam segini baru bangun.” Sindir Ka Nova.
“Biarin ah. Sirik aja.”
“Hush, udah, udah. Kamu mau kemana, Vin? Rapi banget.” Tanya Bunda.
“Temenin Zahra shopping, Bun. Boleh kan?”
“Ya boleh dong. Mumpung hari libur kan.”
“Naik apaan, Vin?” Tanya Ka Nova.
“Motor lo, lah. Pinjem ya, Ka. Thank youuuuu.” Alvin menyambar kunci motor yang ada di meja. Lalu sedikit berlari ke arah luar rumah.
“Ayah, Bunda. Alvin berangkat!” Teriak Alvin dari luar gerbang, Ia sudah standby di motor. Nova? Menggerutu didalam karena motornya digunakan begitu saja.
Alvin memacu motornya secepat mungkin. Benar saja, beberapa menit kemudian, Ia sudah tiba di depan pintu gerbang rumah Zahra. Terlihat Zahra sedang duduk di kursi yang ada di teras sambil membaca novel. Ketika Zahra memandang sesosok laki-laki diatas motor berada didepan rumahnya, Ia segera memasukan novel itu kedalam tas dan menghampiri laki-laki itu. Karena Zahra tau, bahwa itu Alvin.
“Hai, Zahra. Langsung jalan nih?” Ungkap Alvin setelah melepas helmnya.
“Iya, Vin. Ayo.”
Alvin memakai helmnya kembali dan langsung memacu motornya menuju mall terdekat. Ketika sampai, setelah memarkirkan motornya, Ia dan Zahra segera menuju ke sebuah toko baju. Yap, Zahra memang berniat untuk mencari baju.
“Yang warna biru itu lebih bagus deh kayanya.” Komentar Alvin, ketika Zahra mengambil sebuah mini dress berwarna merah.
“Masa? Tapi aku lebih suka sama yang warna merah ini.”
“Yakin? Ya kalau aku sih lebih suka sama yang warna biru itu.”
“Iya, Cak! Yang biru tuh lebih keren! Ngga percaya amat sih!” Suara yang tak asing lagi bagi Alvin dan Zahra membuat mereka mengalihkan pandangan kearah kanan mereka, dimana seorang laki-laki dan perempuan sedang berdebat memilik warna jaket. Mereka Cakka dan Shilla!
“Lho? Cakka? Shilla?” Alvin menatap mereka heran.
“Alvin? Zahra? Cieee berduaan aja nih.” Balas Shilla.
“Hahaha iya nih. Tumben kalian jalan bareng.” Ujar Zahra.
“Tau nih, Zah! Gue dipaksa nemenin Shilla shopping. Terus pas gue naksir jaket, gue maunya warna item. Eh dipaksa lagi sama Shilla suruh beli yang warna biru.” Cerita Cakka.
“Emang bagusan yang biru, Cak! Ngeyel deh!”
“Ihhh, tapi gue maunya yang item, Shillaaaa!”
“Stop! Stop! Aduuh apaan sih, gituan aja diributin!” Alvin berusaha melerai mereka.
“Iya tau nih, berisik tau!” Ungkap Zahra.
Tiba-tiba handphone Alvin berdering, tanda sms masuk.
-From : 9d_Rio-
Vin, Ify kecelakaan! Cepet ke RS Bintang. Kasih tau yang lain.
‘Apaaa? Ify kecelakaan? Gawat!’ Batin Alvin.
“Zahra, yaudah kamu beli aja mini dress nya yang warna merah. Cepetan gih, bayar. Cakka, lo juga cepetan deh bayar mau jaket yang mana!”
“Hah? Emang kenapa, Vin? Kok harus cepet-cepet gitu?” Shilla heran.
“Ify kecelakaan, Shill. Gue barusan di sms Rio. Ayo, habis ini kita ke RS bareng. Gue naik motor sama Zahra, lo sama Cakka terserahlah naik apa yang penting nyampe.”
“Woo tega! Jelas-jelas gue kesini sama supir kok. Yeee.” Protes Cakka.
“Hhhh yaudah Cak, cepetan sana bayar!”
“Iya, iya. Warna item aja aaahhh~” Cakka mengambil jaket warna hitam dan membawanya ke kasir. Zahra juga membawa mini dress merah ke kasir.
Alvin menyempatkan diri untuk sms hal itu kepada Ray dan Sivia.
-To : 9a_Ray-
Ify kecelakaan. Cepet ke RS Bintang.
-To : 9b_Sivia-
Vi, Ify kecelakaan. Cepetan ke RS Bintang, ya.
Cakka dan Zahra sudah membawa tas belanjaan masing-masing. Kemudian, mereka segera menuju parkiran mall. Secepat mungkin mereka beranjak dari mall menuju RS Bintang.
to be continued...
Acha yang sedang mendengarkan lagu melalu handphonenya, berjalan keluar kamarnya menuju ruang tamu. Betapa kagetnya Acha ketika tamu itu adalah Ozy. Ia pun segera duduk disebelah Ozy, tanpa berkata apapun.
“Pagi, Cha.” Ozy menyapa Acha terlebih dahulu.
“......” Acha tidak menjawabnya.
“Cha, gue cuma mau minta maaf aja. Jujur, gue ngga tau kalau Ka Alvin bakal balikan sama Ka Zahra.”
“......” Acha masih terdiam. Tatapannya kosong.
“Ya, gue kan ngga bisa prediksi kalau mereka bakal balikan. Jadi waktu itu gue bilang mereka cuma mantanan aja. Tapi emang beneran mantanan, lho.”
“......”
“Gue minta maaf banget ya, Cha. Gue ngga mau berantem sama lo cuma karena hal ini. Maafin ya?” Ozy menyodorkan tangannya ke Acha untuk meminta maaf. Tapi tak direspon oleh Acha.
“Heummm ngga mau yah? Yahh Acha kok gitu sih..” Ozy menurunkan tangannya.
“Acha, emang masih berharap sama Ka Alvin ya?”
“Masih. Kalau dikasih kesempatan.” Kini Acha mulai berbicara, walau masih belum bisa menatap Ozy.
“Kalau sama orang lain, ngga mau ya?”
“Tergantung.”
“Kalau sama Ahmad Fauzy Adriansyah alias Ozy, gimana?”
Acha kaget. Refleks, langsung menatap Ozy dengan pandangan heran. Ozy jadi salting sendiri.
“Terlalu cepet untuk ngaku ya?”
“Hah?”
“Gue suka sama lo, Cha. Lama kelamaan, gue jadi suka sama lo. Tapi ini beneran terpendam. Apalagi pas lo bilang, lo suka sama Ka Alvin. Rasa suka gue makin terpendam, Cha.”
Acha terdiam dan menunduk.
“Yaaa walau lo masih berharap sama Ka Alvin, tapi gue cuma mau bilang kalau gue juga berharap sama lo. Untuk jadi pacar gue pastinya.”
DEG! Kali ini Acha benar-benar kaget. Ozy yang selama ini jadi tempat curhatnya ketika Ia sedang menyukai Ka Alvin malah menyukainya? Acha benar-benar tidak enak dengan perasaan Ozy. Ia pun mulai berbicara lagi.
“Zy...”
“Iyaaa?”
“Gue mau minta maaf. Gue childish banget ya, gara-gara hal kecil aja bisa marah sama lo. Gue minta maaf juga, selama ini nyakitin perasaan lo. Dengan gue curhat tentang rasa suka gue ke Ka Alvin. Dan terakhir gue mau minta maaf kalau.... gue ngga bisa jadi pacar lo. Menjalin persahabatan sama lo itu udah indah banget. Lo ngga harus memiliki gue untuk mengungkapkan rasa suka lo, Okey?” Ujar Acha lembut, sambil menatap Ozy.
Kini Ozy yang terdiam. Tak tau harus mengatakan apa.
“Ozy? Hallo? Lo ngambek ya?”
“Ehh.. engga kok, Cha.”
“Terus?”
“Gue seneng deh, kita bisa sahabatan. Lo bener, walau gue suka sama lo, gue ngga harus memiliki lo. Lagipula sayang ya, kalau mengakhiri persahabatan kita gini.”
“Iya, Zy.” Acha tersenyum manis.
*****
Rio tengah memarkirkan motornya di tempat parkir sebuah toko buku. Ify menunggunya di depan pintu masuk toko buku itu. Pandangan Ify tertuju pada seorang gadis kecil yang kira-kira berumur 6 tahun itu, yang hendak menyeberang. Jalan raya memang tidak terlalu ramai, tapi sepertinya gadis itu tidak punya keberanian untuk menyeberang. Kebetulan, tidak ada jembatan penyeberangan disana. Ify kemudian menghampirinya.
“Hey. Kamu mau menyeberang ya?” Sapa Ify lembut.
“Iya, Ka. Tapi aku ngga berani.”
“Kaka sebrangin ya.”
Gadis itu mengangguk. Ify menggenggam tangan sang gadis, lalu berjalan diatas zebra cross.
“Iyap sampai.”
“Makasih, Ka. Lho?” Gadis itu merasa kehilangan sesuatu. Ia melihat keadaan sekililing dan pandangannya terfokus pada jalan raya yang tadi dilewatinya.
“Kenapa, dek?”
“Pin aku terjatuh, Ka. Itu pin kesayangan aku.” Gadis itu menunjuk benda kecil yang tergeletak ditengah jalan.
“Oh, yaudah kamu tunggu disini, ya. Kaka ambilin.”
Ify kembali menyeberang, menuju tempat terjatuhnya pin itu. Yup, pin gadis kecil itu kini sudah ada di genggamannya. Ify membalikan badannya kearah gadis itu. Ia langsung berjalan menuju gadis itu tapi.......
“Kakaaaa!!!” Teriakan gadis itu membuat orang-orang sekitar menghampiri seorang anak permpuan yang tergeletak berlumuran darah. Korban tabrak lari. Dialah Ify.
Rio sudah memarkirkan motornya. Kini, Ia sedang mencari Ify. Tapi Ia tidak melihat Ify di area toko buku itu. Ia melihat kerumunan orang di jalan raya, tengah menggotong seorang anak ke pinggir jalan. Rio memutuskan untuk melihatnya.
“Permisi, permisi.” Rio mencoba melihat anak yang sedang dikerumuni orang-orang itu. Semakin dekat, semakin jelas pula wajah Ify yang berlumuran darah.
“Ifyyyyy!!!”
*****
“Ku tak akan bisa... Ku tak akan bisa..”
Handphone Alvin kembali berdering. Ia masih tidur juga. Dengan malas, Ia mengangkat telepon itu.
“Hallo?” Ujar Alvin terlebih dahulu.
“Pagi, Alvin. Temenin aku jalan yuk.”
“Hah siapa nih?”
“Lho? Ini Zahra, Alvin.”
“Zahra?”
Alvin kemudian melihat tulisan di layar handphone nya ‘Zahra calling’. Ia yang tadinya masih tiduran, refleks langsung bangun dan duduk diatas tempat tidur.
“Ohh iya Zahra. Kenapa? Maaf aku baru bangun tidur hehe.”
“Dasar, kamu! Temenin ke mall yuk. Pengen shopping deh. Mau ngga?”
“Mau banget. Jam berapa?”
“Aku sih maunya sekarang. Gimana dong?”
“Sekarang? Bisa kok. Yaudah aku mandi, siap-siap dulu deh ya. Nanti langsung kerumah kamu, aku jemput naik motor oke.”
“Oke deh. Makasih yaaa Alvin. Aku tunggu.”
Alvin bangun dan dengan segera melangkah menuju kamar mandi. 10 menit kemudian Ia sudah rapi. Setelah bersiap-siap, Ia menuju ke ruang keluarga, dimana Ayah, Ibu, dan Ka Nova sedang berkumpul.
“Pagi.” Sapa Alvin.
“Heu mentang-mentang hari libur, jam segini baru bangun.” Sindir Ka Nova.
“Biarin ah. Sirik aja.”
“Hush, udah, udah. Kamu mau kemana, Vin? Rapi banget.” Tanya Bunda.
“Temenin Zahra shopping, Bun. Boleh kan?”
“Ya boleh dong. Mumpung hari libur kan.”
“Naik apaan, Vin?” Tanya Ka Nova.
“Motor lo, lah. Pinjem ya, Ka. Thank youuuuu.” Alvin menyambar kunci motor yang ada di meja. Lalu sedikit berlari ke arah luar rumah.
“Ayah, Bunda. Alvin berangkat!” Teriak Alvin dari luar gerbang, Ia sudah standby di motor. Nova? Menggerutu didalam karena motornya digunakan begitu saja.
Alvin memacu motornya secepat mungkin. Benar saja, beberapa menit kemudian, Ia sudah tiba di depan pintu gerbang rumah Zahra. Terlihat Zahra sedang duduk di kursi yang ada di teras sambil membaca novel. Ketika Zahra memandang sesosok laki-laki diatas motor berada didepan rumahnya, Ia segera memasukan novel itu kedalam tas dan menghampiri laki-laki itu. Karena Zahra tau, bahwa itu Alvin.
“Hai, Zahra. Langsung jalan nih?” Ungkap Alvin setelah melepas helmnya.
“Iya, Vin. Ayo.”
Alvin memakai helmnya kembali dan langsung memacu motornya menuju mall terdekat. Ketika sampai, setelah memarkirkan motornya, Ia dan Zahra segera menuju ke sebuah toko baju. Yap, Zahra memang berniat untuk mencari baju.
“Yang warna biru itu lebih bagus deh kayanya.” Komentar Alvin, ketika Zahra mengambil sebuah mini dress berwarna merah.
“Masa? Tapi aku lebih suka sama yang warna merah ini.”
“Yakin? Ya kalau aku sih lebih suka sama yang warna biru itu.”
“Iya, Cak! Yang biru tuh lebih keren! Ngga percaya amat sih!” Suara yang tak asing lagi bagi Alvin dan Zahra membuat mereka mengalihkan pandangan kearah kanan mereka, dimana seorang laki-laki dan perempuan sedang berdebat memilik warna jaket. Mereka Cakka dan Shilla!
“Lho? Cakka? Shilla?” Alvin menatap mereka heran.
“Alvin? Zahra? Cieee berduaan aja nih.” Balas Shilla.
“Hahaha iya nih. Tumben kalian jalan bareng.” Ujar Zahra.
“Tau nih, Zah! Gue dipaksa nemenin Shilla shopping. Terus pas gue naksir jaket, gue maunya warna item. Eh dipaksa lagi sama Shilla suruh beli yang warna biru.” Cerita Cakka.
“Emang bagusan yang biru, Cak! Ngeyel deh!”
“Ihhh, tapi gue maunya yang item, Shillaaaa!”
“Stop! Stop! Aduuh apaan sih, gituan aja diributin!” Alvin berusaha melerai mereka.
“Iya tau nih, berisik tau!” Ungkap Zahra.
Tiba-tiba handphone Alvin berdering, tanda sms masuk.
-From : 9d_Rio-
Vin, Ify kecelakaan! Cepet ke RS Bintang. Kasih tau yang lain.
‘Apaaa? Ify kecelakaan? Gawat!’ Batin Alvin.
“Zahra, yaudah kamu beli aja mini dress nya yang warna merah. Cepetan gih, bayar. Cakka, lo juga cepetan deh bayar mau jaket yang mana!”
“Hah? Emang kenapa, Vin? Kok harus cepet-cepet gitu?” Shilla heran.
“Ify kecelakaan, Shill. Gue barusan di sms Rio. Ayo, habis ini kita ke RS bareng. Gue naik motor sama Zahra, lo sama Cakka terserahlah naik apa yang penting nyampe.”
“Woo tega! Jelas-jelas gue kesini sama supir kok. Yeee.” Protes Cakka.
“Hhhh yaudah Cak, cepetan sana bayar!”
“Iya, iya. Warna item aja aaahhh~” Cakka mengambil jaket warna hitam dan membawanya ke kasir. Zahra juga membawa mini dress merah ke kasir.
Alvin menyempatkan diri untuk sms hal itu kepada Ray dan Sivia.
-To : 9a_Ray-
Ify kecelakaan. Cepet ke RS Bintang.
-To : 9b_Sivia-
Vi, Ify kecelakaan. Cepetan ke RS Bintang, ya.
Cakka dan Zahra sudah membawa tas belanjaan masing-masing. Kemudian, mereka segera menuju parkiran mall. Secepat mungkin mereka beranjak dari mall menuju RS Bintang.
to be continued...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments on "It's our love story | Part 11"
Posting Komentar