"Ify.." Rio memanggil nama Ify yang terbaring lemah disampingnya.
"Ify.. Kok bisa jadi kaya gini sih.." Rio tertunduk.
"Rio! Gimana Ify?" Sebuah suara membuat Rio membalikan badan, melihat kearah pintu di ruangan itu.
"Masih belum sadar, Vin."
"Kok Ify bisa sampai kaya gini, Yo?"
"Gue juga ngga tau, Zahra. Tadi gue lagi markirin motor, terus tau-tau Ify udah jatuh."
"Sabar, Yo. Gue yakin, Ify ngga apa-apa." Alvin memegang pundak Rio.
"Semoga gitu. Makasih, Vin."
*****
"Sus, kamar Alyssa Saufika Umari nomor berapa ya?"
"Permisi, Alyssa Saufika Umari ada di kamar nomor berapa ya?"
Seorang laki-laki dan seorang perempuan menanyakan pertanyaan yang sama di resepsionis secara berbarengan. Penjaga resepsionis heran. Mereka saling memandang dengan wajah yang terkejut.
"Si.. Sivia?"
"Ray? Kamu kok disini?"
"Aku mau jenguk Ify lah. Kamu juga kan."
"Yaudah sih slow aja."
"Nada ngomongnya biasa aja bisa kali."
"Apasih!"
"Maaf, mas, mba. Tadi nanya kamarnya Alyssa kan? Ia ada di kamar nomor 306." Perkataan penjaga resepsionis melerai debat mereka.
"Oh iya makasih." Sivia pergi dari meja resepsionis, meninggalkan Ray.
"Via, tunggu!" Ray mengejar Sivia, dan kini Ia ada disamping Sivia. Berjalan berdampingan.
"Vi.. Sampai kapan hubungan kita kaya gini? Terima maafku ya, terus kita ngga akan berantem lagi kaya gini."
"Ngga semudah itu, Ray."
"Maksud kamu?"
"Aku udah ilfeel sama kamu. Aku udah kesel sama kamu. Aku butuh waktu, Ray!"
"Tapi aku ngga tahan kaya gini terus, Vi."
"Yaudah kalau kamu ngga tahan, kita putus aja!"
"Apa? Vi, aku ngga mau putus.."
"Kamu nyadar ngga sih, kita udah ngga cocok Ray."
"Tapi kita masih bisa perbaiki kok. Please, Vi."
"Maaf, Ray. Keputusan aku udah tetap."
"Via.. Hhh yaudahlah kalau itu memang yang terbaik buat kita. Makasih, Vi udah jadi penghias hati aku selama 6 bulan terakhir."
"Iya, Ray.."
*****
"Haha dasar si Cakka! Bukannya beli jaket yang warna biru aja biar Shilla senang." Komentar Rio.
"Tau tuh. Mana pas mau beli yang warna item nada ngomongnya ngeselin banget, Yo." Alvin menambahkan.
"Terus mana tuh Cakka sama Shilla?"
"Ngga tau, tadi gue sama Zahra berangkat duluan sih."
"Rio! Alvin! Itu, lihat Ify!" Zahra menunjuk Ify yang masih terbaring di tempat tidur.
"Kenapa, Zah? Ify ngga apa-apa tuh." Ujar Alvin.
"Itu coba lihat! Tangan Ify perlahan bergerak!"
"Iya apa? Bentar gue perhatiin dulu." Rio memandang tangan Ify, dan memang benar tangannya bergerak.
"Ri.. Rio.." Samar-samar terdengar suara Ify yang memanggil nama Rio.
"Iya, Ify. Gue disini." Rio menghampiri Ify. Kini, Ia sedang duduk di sebuah kursi disamping ranjang Ify.
"Ayo, Zahra. Biarkan mereka berdua dulu." Alvin menarik tangan Zahra keluar ruangan Ify.
"Gue dimana, Yo?" Tanya Ify, masih dengan keadaan yang lemas.
"Rumah sakit. Lo tadi kecelakaan, Fy."
"Ohya? Tadi gue habis nyebrangin gadis kecil. Terus pin dia jatuh ditengah jalan raya. Yaudah gue ambilin. Terus habis itu gue ngga sadar apa-apa deh."
"Ya ampun, Ify. Harusnya lo lebih hati-hati."
"Habis, yang gue lihat dari jauh, di pin itu ada foto gadis kecil sama sahabat cowo nya. Gue terlalu antusias ngambilnya. Soalnya gue keinget.. Sama... Sama... Sahabat kecil gue. Gue kangen sama dia." Jelas Ify.
"Ify.."
"Ify.. Lo masih inget kan siapa nama sahabat kecil lo?"
"Mario. Tapi di cincin yang dia kasih ini, dia pakai inisial R untuk namanya, Rio. A untuk Alyssa." Ify menunjukkan cincin yang terpasang di jari tengahnya berinisial 'RA'.
"Dan.. Fy? lo tau kan siapa nama gue?"
"Rio? Ma.. Mario?"
"Iya, Fy. Gue sahabat kecil lo, Mario."
"A.. Apa?!" Butiran bening dari mata Ify mulai mengalir.
"Kenapa?"
"Mario? Kenapa lo baru muncul? Gue udah nunggu bertahun-tahun, Yo.."
"Gue baru sadar kalau lo Alyssa kecil gue, Fy. Maaf."
"Ngga apa-apa, Mario. Yang penting gue udah ketemu sama sahabat kecil gue."
"Panggil Rio aja ya. Biar gue juga panggil lo Ify, bukan Alyssa."
"Iya, Rio."
"Heumm, Fy. For the second time, gue harap lo punya jawaban yang beda dari jawaban yang dulu. Lo... Lo mau ngga jadi pacar gue?"
Hening sejenak. Ify sedang berfikir. Hingga akhirnya mengeluarkan suara untuk mengatakan 3 kata.
"Iya. Gue mau."
"Makasih, Ify."
Sementara itu, diluar ruangan ada Alvin dan Zahra yang sedang duduk di kursi.
"Ihh Alvin. Kamu kok sempet-sempetnya main PSP sih?!"
"Ya sempetlah, Zahra. Toh aku lagi ngga ada kerjaan."
"Alvin! Zahra!" Seseorang memanggil nama mereka.
"Sivia? Dan.. Ray?"
"Ify gimana, Vin, Zah?" Tanya Sivia.
"Udah sadar kok. Itu di dalem. Tapi jangan masuk dulu, Ify lagi ngomong berdua sama Rio. Mending kalian duduk dulu deh." Jelas Alvin.
Sivia mengangguk. Lalu Ia duduk disebelah Zahra. Sedangkan Ray duduk disebelah Alvin dengan tampang yang sedih.
"Lo kenapa, Ray?" Tanya Alvin, tanpa mengalihkan pandangan dari PSPnya.
"Putus."
"Oh."
"....."
"Hah? Putus?! Serius lo?"
"Lo tuh yang ngga serius. Gue bilang putusnya kapan, nyadarnya kapan."
"Sorry, sorry. Ini lagi seru sih mainnya."
"Main apa sih? Pinjem dong." Ray melirik PSP milik Alvin.
"Yee udah lanjutin ceritanya dulu."
"Iya ah. Tadi gue ketemu Via di meja resepsionis. Terus kita barengan menuju kesini. Disepanjang jalan berantem kan, terus ujung-ujungnya Via minta putus."
"Tragis ah."
"Kisah cinta gue? Emang."
"Bukan. Ini mobil gue kebalik karena tabrakan." Alvin menunjukkan PSPnya kepada Ray. Ray langsung cemberut.
"Hello semua. Wah udah rame. Ify gimana?" Cakka yang baru tiba bersama Shilla langsung menghampiri Alvin, Ray, Sivia, dan Zahra yang sedang duduk.
"Darimana lo, Cak? Lama amat baru nyampe jam segini." Tanya Alvin.
"Tuh, Shilla. Tadi ketemu sahabat lamanya di mall. Terus biasa, ngegossip. Lamaaaa banget."
"Yaudah sih, Cak. Lo juga tadi nyari sepatu lamaaaa banget." Balas Shilla. Cakka malu.
"Udah, udah. Hemm, Vin. Masuk aja yuk, mungkin Rio udah selesai ngomong sama Ify." Usul Zahra.
Mereka berenam pun memasuki ruangan Ify. Ify dan Rio masih berbicara dengan akrab.
"Ify! Gimana keadaan lo?" Sivia yang pertama kali bertanya pada Ify.
"Udah baikan, Vi. Walau masih lemas nih."
"Rio, Rio. Daritadi lo akrab banget ngobrolnya sama Ify. Kaya baru jadian aja." Kata Cakka asal.
"Emang baru jadian." Jawab Rio santai.
"Serius?" Alvin kaget.
"Iyalah, Alvin."
"Huaaa selamat deh. Langgeng ya!"
"Amin, makasih, Ray. Lo sendiri gimana sama Sivia?"
"Now, it's over." Ujar Ray singkat.
"Ya ampun, sabar ya Ray. Sivia juga sabar ya." Kata Ify.
"Iya, Ify. Kalau suka ngga harus memiliki, kan?" Ungkap Ray.
Drrrttt! Rio merasakan handphone nya bergetar. Ia mengambilnya dari saku celana dan memperhatikan layar handphonenya. 'Oh ada sms dari Ozy.' Ia segera membacanya.
-From : Ozy-
Ka, gue udah ngungkapin perasaan gue sama Acha. Tapi gue ditolak. Ya, kalau suka ngga harus memiliki kan?
Rio tersenyum membaca isi pesan singkat tersebut. Tanpa membalasnya, Ia menutup pesan itu dan kembali memasukkan handphonenya kedalam saku celana.
"Iya, Ray. Kalau suka ngga harus memiliki."
It's our love story. Ini kisah cinta kami semua. Alvin-Zahra dulu pernah menjalin kisah cinta yang indah dan sempat terputus, kini kembali. Ray-Sivia sempat memiliki kisah cinta tersendiri, walau akhirnya harus berakhir. Cakka-Shilla mempunyai kisah cinta yang berbeda, yaitu sebagai keluarga. Dan juga Rio-Ify, yang akan memulai kisah cintanya mulai hari ini, hingga seterusnya.
TAMAT
Ucapan terima kasih, disampaikan kepada pembaca cerita bersambung ini, khususnya Aprill, Risti Astari, Dian Martina Octavia, Kak Anisa Fitriana, Monique Hoesan. Juga untuk Karima Fadla dan Sylvia Restu Mayestika yang sudah memberikan ide dalam cerita bersambung ini :)
It's our love story merupakan cerita bersambung pertama yang penulis buat. Karena ini part terakhir, komentarnya ditunggu ya. Untuk masukkan di cerita bersambung selanjutnya. See you!
With love,
Arimbi
Minggu, 01 Agustus 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Minggu, 01 Agustus 2010
It's our love story | Part 12 (LAST PART)
"Ify.." Rio memanggil nama Ify yang terbaring lemah disampingnya.
"Ify.. Kok bisa jadi kaya gini sih.." Rio tertunduk.
"Rio! Gimana Ify?" Sebuah suara membuat Rio membalikan badan, melihat kearah pintu di ruangan itu.
"Masih belum sadar, Vin."
"Kok Ify bisa sampai kaya gini, Yo?"
"Gue juga ngga tau, Zahra. Tadi gue lagi markirin motor, terus tau-tau Ify udah jatuh."
"Sabar, Yo. Gue yakin, Ify ngga apa-apa." Alvin memegang pundak Rio.
"Semoga gitu. Makasih, Vin."
*****
"Sus, kamar Alyssa Saufika Umari nomor berapa ya?"
"Permisi, Alyssa Saufika Umari ada di kamar nomor berapa ya?"
Seorang laki-laki dan seorang perempuan menanyakan pertanyaan yang sama di resepsionis secara berbarengan. Penjaga resepsionis heran. Mereka saling memandang dengan wajah yang terkejut.
"Si.. Sivia?"
"Ray? Kamu kok disini?"
"Aku mau jenguk Ify lah. Kamu juga kan."
"Yaudah sih slow aja."
"Nada ngomongnya biasa aja bisa kali."
"Apasih!"
"Maaf, mas, mba. Tadi nanya kamarnya Alyssa kan? Ia ada di kamar nomor 306." Perkataan penjaga resepsionis melerai debat mereka.
"Oh iya makasih." Sivia pergi dari meja resepsionis, meninggalkan Ray.
"Via, tunggu!" Ray mengejar Sivia, dan kini Ia ada disamping Sivia. Berjalan berdampingan.
"Vi.. Sampai kapan hubungan kita kaya gini? Terima maafku ya, terus kita ngga akan berantem lagi kaya gini."
"Ngga semudah itu, Ray."
"Maksud kamu?"
"Aku udah ilfeel sama kamu. Aku udah kesel sama kamu. Aku butuh waktu, Ray!"
"Tapi aku ngga tahan kaya gini terus, Vi."
"Yaudah kalau kamu ngga tahan, kita putus aja!"
"Apa? Vi, aku ngga mau putus.."
"Kamu nyadar ngga sih, kita udah ngga cocok Ray."
"Tapi kita masih bisa perbaiki kok. Please, Vi."
"Maaf, Ray. Keputusan aku udah tetap."
"Via.. Hhh yaudahlah kalau itu memang yang terbaik buat kita. Makasih, Vi udah jadi penghias hati aku selama 6 bulan terakhir."
"Iya, Ray.."
*****
"Haha dasar si Cakka! Bukannya beli jaket yang warna biru aja biar Shilla senang." Komentar Rio.
"Tau tuh. Mana pas mau beli yang warna item nada ngomongnya ngeselin banget, Yo." Alvin menambahkan.
"Terus mana tuh Cakka sama Shilla?"
"Ngga tau, tadi gue sama Zahra berangkat duluan sih."
"Rio! Alvin! Itu, lihat Ify!" Zahra menunjuk Ify yang masih terbaring di tempat tidur.
"Kenapa, Zah? Ify ngga apa-apa tuh." Ujar Alvin.
"Itu coba lihat! Tangan Ify perlahan bergerak!"
"Iya apa? Bentar gue perhatiin dulu." Rio memandang tangan Ify, dan memang benar tangannya bergerak.
"Ri.. Rio.." Samar-samar terdengar suara Ify yang memanggil nama Rio.
"Iya, Ify. Gue disini." Rio menghampiri Ify. Kini, Ia sedang duduk di sebuah kursi disamping ranjang Ify.
"Ayo, Zahra. Biarkan mereka berdua dulu." Alvin menarik tangan Zahra keluar ruangan Ify.
"Gue dimana, Yo?" Tanya Ify, masih dengan keadaan yang lemas.
"Rumah sakit. Lo tadi kecelakaan, Fy."
"Ohya? Tadi gue habis nyebrangin gadis kecil. Terus pin dia jatuh ditengah jalan raya. Yaudah gue ambilin. Terus habis itu gue ngga sadar apa-apa deh."
"Ya ampun, Ify. Harusnya lo lebih hati-hati."
"Habis, yang gue lihat dari jauh, di pin itu ada foto gadis kecil sama sahabat cowo nya. Gue terlalu antusias ngambilnya. Soalnya gue keinget.. Sama... Sama... Sahabat kecil gue. Gue kangen sama dia." Jelas Ify.
"Ify.."
"Ify.. Lo masih inget kan siapa nama sahabat kecil lo?"
"Mario. Tapi di cincin yang dia kasih ini, dia pakai inisial R untuk namanya, Rio. A untuk Alyssa." Ify menunjukkan cincin yang terpasang di jari tengahnya berinisial 'RA'.
"Dan.. Fy? lo tau kan siapa nama gue?"
"Rio? Ma.. Mario?"
"Iya, Fy. Gue sahabat kecil lo, Mario."
"A.. Apa?!" Butiran bening dari mata Ify mulai mengalir.
"Kenapa?"
"Mario? Kenapa lo baru muncul? Gue udah nunggu bertahun-tahun, Yo.."
"Gue baru sadar kalau lo Alyssa kecil gue, Fy. Maaf."
"Ngga apa-apa, Mario. Yang penting gue udah ketemu sama sahabat kecil gue."
"Panggil Rio aja ya. Biar gue juga panggil lo Ify, bukan Alyssa."
"Iya, Rio."
"Heumm, Fy. For the second time, gue harap lo punya jawaban yang beda dari jawaban yang dulu. Lo... Lo mau ngga jadi pacar gue?"
Hening sejenak. Ify sedang berfikir. Hingga akhirnya mengeluarkan suara untuk mengatakan 3 kata.
"Iya. Gue mau."
"Makasih, Ify."
Sementara itu, diluar ruangan ada Alvin dan Zahra yang sedang duduk di kursi.
"Ihh Alvin. Kamu kok sempet-sempetnya main PSP sih?!"
"Ya sempetlah, Zahra. Toh aku lagi ngga ada kerjaan."
"Alvin! Zahra!" Seseorang memanggil nama mereka.
"Sivia? Dan.. Ray?"
"Ify gimana, Vin, Zah?" Tanya Sivia.
"Udah sadar kok. Itu di dalem. Tapi jangan masuk dulu, Ify lagi ngomong berdua sama Rio. Mending kalian duduk dulu deh." Jelas Alvin.
Sivia mengangguk. Lalu Ia duduk disebelah Zahra. Sedangkan Ray duduk disebelah Alvin dengan tampang yang sedih.
"Lo kenapa, Ray?" Tanya Alvin, tanpa mengalihkan pandangan dari PSPnya.
"Putus."
"Oh."
"....."
"Hah? Putus?! Serius lo?"
"Lo tuh yang ngga serius. Gue bilang putusnya kapan, nyadarnya kapan."
"Sorry, sorry. Ini lagi seru sih mainnya."
"Main apa sih? Pinjem dong." Ray melirik PSP milik Alvin.
"Yee udah lanjutin ceritanya dulu."
"Iya ah. Tadi gue ketemu Via di meja resepsionis. Terus kita barengan menuju kesini. Disepanjang jalan berantem kan, terus ujung-ujungnya Via minta putus."
"Tragis ah."
"Kisah cinta gue? Emang."
"Bukan. Ini mobil gue kebalik karena tabrakan." Alvin menunjukkan PSPnya kepada Ray. Ray langsung cemberut.
"Hello semua. Wah udah rame. Ify gimana?" Cakka yang baru tiba bersama Shilla langsung menghampiri Alvin, Ray, Sivia, dan Zahra yang sedang duduk.
"Darimana lo, Cak? Lama amat baru nyampe jam segini." Tanya Alvin.
"Tuh, Shilla. Tadi ketemu sahabat lamanya di mall. Terus biasa, ngegossip. Lamaaaa banget."
"Yaudah sih, Cak. Lo juga tadi nyari sepatu lamaaaa banget." Balas Shilla. Cakka malu.
"Udah, udah. Hemm, Vin. Masuk aja yuk, mungkin Rio udah selesai ngomong sama Ify." Usul Zahra.
Mereka berenam pun memasuki ruangan Ify. Ify dan Rio masih berbicara dengan akrab.
"Ify! Gimana keadaan lo?" Sivia yang pertama kali bertanya pada Ify.
"Udah baikan, Vi. Walau masih lemas nih."
"Rio, Rio. Daritadi lo akrab banget ngobrolnya sama Ify. Kaya baru jadian aja." Kata Cakka asal.
"Emang baru jadian." Jawab Rio santai.
"Serius?" Alvin kaget.
"Iyalah, Alvin."
"Huaaa selamat deh. Langgeng ya!"
"Amin, makasih, Ray. Lo sendiri gimana sama Sivia?"
"Now, it's over." Ujar Ray singkat.
"Ya ampun, sabar ya Ray. Sivia juga sabar ya." Kata Ify.
"Iya, Ify. Kalau suka ngga harus memiliki, kan?" Ungkap Ray.
Drrrttt! Rio merasakan handphone nya bergetar. Ia mengambilnya dari saku celana dan memperhatikan layar handphonenya. 'Oh ada sms dari Ozy.' Ia segera membacanya.
-From : Ozy-
Ka, gue udah ngungkapin perasaan gue sama Acha. Tapi gue ditolak. Ya, kalau suka ngga harus memiliki kan?
Rio tersenyum membaca isi pesan singkat tersebut. Tanpa membalasnya, Ia menutup pesan itu dan kembali memasukkan handphonenya kedalam saku celana.
"Iya, Ray. Kalau suka ngga harus memiliki."
It's our love story. Ini kisah cinta kami semua. Alvin-Zahra dulu pernah menjalin kisah cinta yang indah dan sempat terputus, kini kembali. Ray-Sivia sempat memiliki kisah cinta tersendiri, walau akhirnya harus berakhir. Cakka-Shilla mempunyai kisah cinta yang berbeda, yaitu sebagai keluarga. Dan juga Rio-Ify, yang akan memulai kisah cintanya mulai hari ini, hingga seterusnya.
TAMAT
Ucapan terima kasih, disampaikan kepada pembaca cerita bersambung ini, khususnya Aprill, Risti Astari, Dian Martina Octavia, Kak Anisa Fitriana, Monique Hoesan. Juga untuk Karima Fadla dan Sylvia Restu Mayestika yang sudah memberikan ide dalam cerita bersambung ini :)
It's our love story merupakan cerita bersambung pertama yang penulis buat. Karena ini part terakhir, komentarnya ditunggu ya. Untuk masukkan di cerita bersambung selanjutnya. See you!
With love,
Arimbi
"Ify.. Kok bisa jadi kaya gini sih.." Rio tertunduk.
"Rio! Gimana Ify?" Sebuah suara membuat Rio membalikan badan, melihat kearah pintu di ruangan itu.
"Masih belum sadar, Vin."
"Kok Ify bisa sampai kaya gini, Yo?"
"Gue juga ngga tau, Zahra. Tadi gue lagi markirin motor, terus tau-tau Ify udah jatuh."
"Sabar, Yo. Gue yakin, Ify ngga apa-apa." Alvin memegang pundak Rio.
"Semoga gitu. Makasih, Vin."
*****
"Sus, kamar Alyssa Saufika Umari nomor berapa ya?"
"Permisi, Alyssa Saufika Umari ada di kamar nomor berapa ya?"
Seorang laki-laki dan seorang perempuan menanyakan pertanyaan yang sama di resepsionis secara berbarengan. Penjaga resepsionis heran. Mereka saling memandang dengan wajah yang terkejut.
"Si.. Sivia?"
"Ray? Kamu kok disini?"
"Aku mau jenguk Ify lah. Kamu juga kan."
"Yaudah sih slow aja."
"Nada ngomongnya biasa aja bisa kali."
"Apasih!"
"Maaf, mas, mba. Tadi nanya kamarnya Alyssa kan? Ia ada di kamar nomor 306." Perkataan penjaga resepsionis melerai debat mereka.
"Oh iya makasih." Sivia pergi dari meja resepsionis, meninggalkan Ray.
"Via, tunggu!" Ray mengejar Sivia, dan kini Ia ada disamping Sivia. Berjalan berdampingan.
"Vi.. Sampai kapan hubungan kita kaya gini? Terima maafku ya, terus kita ngga akan berantem lagi kaya gini."
"Ngga semudah itu, Ray."
"Maksud kamu?"
"Aku udah ilfeel sama kamu. Aku udah kesel sama kamu. Aku butuh waktu, Ray!"
"Tapi aku ngga tahan kaya gini terus, Vi."
"Yaudah kalau kamu ngga tahan, kita putus aja!"
"Apa? Vi, aku ngga mau putus.."
"Kamu nyadar ngga sih, kita udah ngga cocok Ray."
"Tapi kita masih bisa perbaiki kok. Please, Vi."
"Maaf, Ray. Keputusan aku udah tetap."
"Via.. Hhh yaudahlah kalau itu memang yang terbaik buat kita. Makasih, Vi udah jadi penghias hati aku selama 6 bulan terakhir."
"Iya, Ray.."
*****
"Haha dasar si Cakka! Bukannya beli jaket yang warna biru aja biar Shilla senang." Komentar Rio.
"Tau tuh. Mana pas mau beli yang warna item nada ngomongnya ngeselin banget, Yo." Alvin menambahkan.
"Terus mana tuh Cakka sama Shilla?"
"Ngga tau, tadi gue sama Zahra berangkat duluan sih."
"Rio! Alvin! Itu, lihat Ify!" Zahra menunjuk Ify yang masih terbaring di tempat tidur.
"Kenapa, Zah? Ify ngga apa-apa tuh." Ujar Alvin.
"Itu coba lihat! Tangan Ify perlahan bergerak!"
"Iya apa? Bentar gue perhatiin dulu." Rio memandang tangan Ify, dan memang benar tangannya bergerak.
"Ri.. Rio.." Samar-samar terdengar suara Ify yang memanggil nama Rio.
"Iya, Ify. Gue disini." Rio menghampiri Ify. Kini, Ia sedang duduk di sebuah kursi disamping ranjang Ify.
"Ayo, Zahra. Biarkan mereka berdua dulu." Alvin menarik tangan Zahra keluar ruangan Ify.
"Gue dimana, Yo?" Tanya Ify, masih dengan keadaan yang lemas.
"Rumah sakit. Lo tadi kecelakaan, Fy."
"Ohya? Tadi gue habis nyebrangin gadis kecil. Terus pin dia jatuh ditengah jalan raya. Yaudah gue ambilin. Terus habis itu gue ngga sadar apa-apa deh."
"Ya ampun, Ify. Harusnya lo lebih hati-hati."
"Habis, yang gue lihat dari jauh, di pin itu ada foto gadis kecil sama sahabat cowo nya. Gue terlalu antusias ngambilnya. Soalnya gue keinget.. Sama... Sama... Sahabat kecil gue. Gue kangen sama dia." Jelas Ify.
"Ify.."
"Ify.. Lo masih inget kan siapa nama sahabat kecil lo?"
"Mario. Tapi di cincin yang dia kasih ini, dia pakai inisial R untuk namanya, Rio. A untuk Alyssa." Ify menunjukkan cincin yang terpasang di jari tengahnya berinisial 'RA'.
"Dan.. Fy? lo tau kan siapa nama gue?"
"Rio? Ma.. Mario?"
"Iya, Fy. Gue sahabat kecil lo, Mario."
"A.. Apa?!" Butiran bening dari mata Ify mulai mengalir.
"Kenapa?"
"Mario? Kenapa lo baru muncul? Gue udah nunggu bertahun-tahun, Yo.."
"Gue baru sadar kalau lo Alyssa kecil gue, Fy. Maaf."
"Ngga apa-apa, Mario. Yang penting gue udah ketemu sama sahabat kecil gue."
"Panggil Rio aja ya. Biar gue juga panggil lo Ify, bukan Alyssa."
"Iya, Rio."
"Heumm, Fy. For the second time, gue harap lo punya jawaban yang beda dari jawaban yang dulu. Lo... Lo mau ngga jadi pacar gue?"
Hening sejenak. Ify sedang berfikir. Hingga akhirnya mengeluarkan suara untuk mengatakan 3 kata.
"Iya. Gue mau."
"Makasih, Ify."
Sementara itu, diluar ruangan ada Alvin dan Zahra yang sedang duduk di kursi.
"Ihh Alvin. Kamu kok sempet-sempetnya main PSP sih?!"
"Ya sempetlah, Zahra. Toh aku lagi ngga ada kerjaan."
"Alvin! Zahra!" Seseorang memanggil nama mereka.
"Sivia? Dan.. Ray?"
"Ify gimana, Vin, Zah?" Tanya Sivia.
"Udah sadar kok. Itu di dalem. Tapi jangan masuk dulu, Ify lagi ngomong berdua sama Rio. Mending kalian duduk dulu deh." Jelas Alvin.
Sivia mengangguk. Lalu Ia duduk disebelah Zahra. Sedangkan Ray duduk disebelah Alvin dengan tampang yang sedih.
"Lo kenapa, Ray?" Tanya Alvin, tanpa mengalihkan pandangan dari PSPnya.
"Putus."
"Oh."
"....."
"Hah? Putus?! Serius lo?"
"Lo tuh yang ngga serius. Gue bilang putusnya kapan, nyadarnya kapan."
"Sorry, sorry. Ini lagi seru sih mainnya."
"Main apa sih? Pinjem dong." Ray melirik PSP milik Alvin.
"Yee udah lanjutin ceritanya dulu."
"Iya ah. Tadi gue ketemu Via di meja resepsionis. Terus kita barengan menuju kesini. Disepanjang jalan berantem kan, terus ujung-ujungnya Via minta putus."
"Tragis ah."
"Kisah cinta gue? Emang."
"Bukan. Ini mobil gue kebalik karena tabrakan." Alvin menunjukkan PSPnya kepada Ray. Ray langsung cemberut.
"Hello semua. Wah udah rame. Ify gimana?" Cakka yang baru tiba bersama Shilla langsung menghampiri Alvin, Ray, Sivia, dan Zahra yang sedang duduk.
"Darimana lo, Cak? Lama amat baru nyampe jam segini." Tanya Alvin.
"Tuh, Shilla. Tadi ketemu sahabat lamanya di mall. Terus biasa, ngegossip. Lamaaaa banget."
"Yaudah sih, Cak. Lo juga tadi nyari sepatu lamaaaa banget." Balas Shilla. Cakka malu.
"Udah, udah. Hemm, Vin. Masuk aja yuk, mungkin Rio udah selesai ngomong sama Ify." Usul Zahra.
Mereka berenam pun memasuki ruangan Ify. Ify dan Rio masih berbicara dengan akrab.
"Ify! Gimana keadaan lo?" Sivia yang pertama kali bertanya pada Ify.
"Udah baikan, Vi. Walau masih lemas nih."
"Rio, Rio. Daritadi lo akrab banget ngobrolnya sama Ify. Kaya baru jadian aja." Kata Cakka asal.
"Emang baru jadian." Jawab Rio santai.
"Serius?" Alvin kaget.
"Iyalah, Alvin."
"Huaaa selamat deh. Langgeng ya!"
"Amin, makasih, Ray. Lo sendiri gimana sama Sivia?"
"Now, it's over." Ujar Ray singkat.
"Ya ampun, sabar ya Ray. Sivia juga sabar ya." Kata Ify.
"Iya, Ify. Kalau suka ngga harus memiliki, kan?" Ungkap Ray.
Drrrttt! Rio merasakan handphone nya bergetar. Ia mengambilnya dari saku celana dan memperhatikan layar handphonenya. 'Oh ada sms dari Ozy.' Ia segera membacanya.
-From : Ozy-
Ka, gue udah ngungkapin perasaan gue sama Acha. Tapi gue ditolak. Ya, kalau suka ngga harus memiliki kan?
Rio tersenyum membaca isi pesan singkat tersebut. Tanpa membalasnya, Ia menutup pesan itu dan kembali memasukkan handphonenya kedalam saku celana.
"Iya, Ray. Kalau suka ngga harus memiliki."
It's our love story. Ini kisah cinta kami semua. Alvin-Zahra dulu pernah menjalin kisah cinta yang indah dan sempat terputus, kini kembali. Ray-Sivia sempat memiliki kisah cinta tersendiri, walau akhirnya harus berakhir. Cakka-Shilla mempunyai kisah cinta yang berbeda, yaitu sebagai keluarga. Dan juga Rio-Ify, yang akan memulai kisah cintanya mulai hari ini, hingga seterusnya.
TAMAT
Ucapan terima kasih, disampaikan kepada pembaca cerita bersambung ini, khususnya Aprill, Risti Astari, Dian Martina Octavia, Kak Anisa Fitriana, Monique Hoesan. Juga untuk Karima Fadla dan Sylvia Restu Mayestika yang sudah memberikan ide dalam cerita bersambung ini :)
It's our love story merupakan cerita bersambung pertama yang penulis buat. Karena ini part terakhir, komentarnya ditunggu ya. Untuk masukkan di cerita bersambung selanjutnya. See you!
With love,
Arimbi
1 comments:
- twinscraftlife mengatakan...
-
안녕하세요~ HI~ this is Twinscraftlife! please visit our blog shop! we sell various cool handmade stuff!! 꼭 오세요~~^^
twinscraftlife.blogspot.com - 2 Juni 2014 pukul 14.35
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 comments on "It's our love story | Part 12 (LAST PART)"
안녕하세요~ HI~ this is Twinscraftlife! please visit our blog shop! we sell various cool handmade stuff!! 꼭 오세요~~^^
twinscraftlife.blogspot.com
Posting Komentar