“Lo mau ngga jadi pacar gue?” Rio menatap Ify.
“Hmm..” Ify belum bisa menjawabnya.
”Gue butuh jawaban lo.”
“Sorry, Yo. Gue ngga bisa.” Ify menunduk.
“Kenapa?”
“Karena gue ngga suka sama lo. Gue suka sama orang lain.”
”Emang lo suka sama siapa? Apa gue kenal sama orang itu?”
”Kenal banget. Lo pasti tau.”
”Hah siapa? Alvin?”
“Iya”
“Serius lo, Fy? Kok bisa?” Rio sangat tidak percaya.
“Bisa, lah. Dia tuh keren, Yo. Cakep, putih, jago olahraga.”
“Ah udah deh! Jadian aja sana sama Alvin!!” Rio pergi dari studio. Ify heran.
Tak lama kemudian, Alvin datang ke studio. Gabriel dan Ray pulang duluan karena sedang banyak tugas. Maklum, mereka anak pintar di kelas unggulan. Alvin bingung karena cuma ada Ify yang sedang duduk termenung di sofa. Alvin kemudian duduk disebelah Ify, mengambil gitar dan iseng-iseng memainkannya.
”Fy, kok sendirian? Rio mana?”
“Pergi.” Jawab Ify ketus
“Lho pergi kemana?”
“Ngga tau.”
“Lo kenapa sama Rio, Fy? Ada kejadian apa tadi pas gue ngga ada?”
“Rio nembak gue, Vin.”
“Terus? Lo terima kan?” Alvin menjawab sambil memetik gitarnya.
”Ngga lah, ngga mungkin.”
”Kenapa engga? Lo cocok tau sama Rio.” Alvin mengatakan hal seperti ini, padahal Ia sendiri jealous dengan perkataannya sendiri.
“Ya ngga mungkin!” Ify sedikit berteriak.
“Kenapa engga mungkin, Fy?”
”Soalnya gue suka sama lo, Vin!” Ify berteriak. Alvin tersentuh.
”Lo jadiin gue alasan buat nolak Rio?”
”Iya.” Ify mulai menangis. Alvin tidak berkata apa-apa lagi, dan Ia tidak mendiamkan Ify. Ia berfikir, ini sama saja dia mengkhianati Rio, sahabatnya sendiri. Walau dia senang kalau Ify menyukainya, tapi Ia tidak mau bertengkar dengan Rio. Rio lebih penting daripada Ify, pikirnya.
“Gue mau cari Rio dulu.”
“Alvin! Tunggu, Vin..” Ify gagal membujuk Alvin.
Alvin mencari Rio, berteriak memanggil namanya. Alvin melihat Rio sedang bermain basket dilapangan. Tapi sepertinya Ia sedang tidak konsentrasi dalam bermain basket. Hampir setiap bola yang dilemparkan ke ring, tidak ada satupun yang masuk.
”Rio!” Alvin berteriak.
”Ngapain lo manggil manggil nama gue? Udah sana temenin Ify!” Bola basket Rio terlempar ke arah Alvin. Alvin menangkapnya.
”Dengerin gue dulu. Gue punya penjelasan sendiri.” Alvin melempar bola basket kearah Rio, Rio menangkapnya.
“Penjelasan apa? Penjelasan karena lo bohong, bilang ke gue tentang tipe cowo Ify yang mirip sama gue?”
”Gue bohong karena ngga enak sama lo kalau tipe cowo Ify...”
”Jauh banget dari gue kan? Udah tau gue, Vin.”
”Sorry ya.” Alvin tertunduk.
”Gue sempet lega waktu lo bilang mau bantuin gue.”
“Gue juga ngga tau kalo Ify suka sama gue.”
”Jauhin gue mulai sekarang!” Rio melemparkan bola basket nya ke tanah dengan sangat keras. Secepat mungkin Ia pergi meninggalkan Alvin.
*****
Alvin yang biasanya sama Rio, jadi sendirian. Dia memang paling dekat sama Rio. Alvin lagi duduk di pinggir lapangan, dengan gaya Alvin tentunya. (bayangin deh, lagi keren tuh Alvin hehe). Tiba-tiba Ray menghampiri.
”
“Oh Ray.”
“Gue punya kabar ngga enak buat lo.”
”Apaan?”
”Lo tau Cakka kan? Cowo paling famous disini.”
“Ngga tuh, Cakka? Siapa?” Mulai deh Polos nya
Tanpa berkata-kata, Ray meninggalkan Alvin yang masih bingung. Alvin mengejar Ray.
”Raaaayyyy.. kok gue ditinggal sih?”
”Lo kebanyakan ngga tau nya sihh..”
”Eh sorry deh ayo dong cerita lagi.”
”Yaudah sambil duduk dong pegel gue!”
”Iya deh ikut aja gue.”
”Nah, pergaulannya Cakka itu kan kurang bagus ya. Suka godain cewe lah, ngelawan guru.”
”Terus? Kabar ngga enaknya apa?”
”Gue liat Rio gabung sama Cakka.”
“Apa? Serius lo?”
“Ikut gue.” Ray berjalan ke tempat dimana Cakka dkk ngumpul. Alvin mengikuti Ray. Dan benar, Cakka dkk lagi godain cewe seperti biasa.
“Wes, jalannya ngga usah cepet-cepet gitu dong. Sini dulu.” Cakka menarik lengan seorang gadis imut yang sedang berjalan dihadapan mereka.
”Apaan sih, lepasin aku dong.”
”Oh, marah. Kaya nya lo anak kelas 8 deh. Ngga usah ngelawan Cakka dong.” Rio membela Cakka.
”Iya, aku emang kelas 8. dan nama aku Acha, bukan lo!”
”Yaudah santai aja mba, nemenin kita aja yuk mumpung ada anggota baru nih.” Kiki, yang termasuk dalam kelompok Cakka ikut menggoda.
”Cha, sama gue aja ya. Gue butuh cewek nih.”
“Bener kan.” Ray berkata kepada Alvin yang memperhatikan Cakka dkk dari jauh.
”Iya. Dan gue harus nolongin Acha.”
”Jangan Vin.. Vin.. Woy Vin!” Ray sedikit berteriak, tapi Alvin tetap menghampiri mereka.
’Ah nih anak udah polos, keras kepala banget lagi. Gue nunggu sini aja ah.’ Ray berkata dalam hati.
“Rio! Ngapain lo disini? Megang-megang Acha segala.” Alvin membentak Rio.
“Lo Kenal dia, Yo?” Tanya Cakka.
“Kenal. Dia MANTAN temen gue.”
”Kok lo ngomongnya gitu sih, Yo?”
”Kenapa? Ngga suka? Please Vin jangan cari keributan didepan temen-temen baru gue.”
”Oke, Oke. Gue pergi. Tapi lepasin Acha.” Alvin bingung ’kok gue bisa ngomong gini? Kenal Acha juga ngga gue. Tapi ngga apa-apa deh kasihan Acha.’ Kata Alvin dalam hati.
”Lepasin Acha aja ya, Cak? Ki? Ton?” Tanya Rio pada Cakka, Kiki, dan Patton.
”Yaudah deh. Kasihan gue tampang tuh cewe udah mau nangis.” Kata Patton.
Rio melepaskan Acha. Alvin menarik tangan Acha dan pergi meninggalkan mereka. Alvin dan Acha menuju ke kantin, sama Ray juga tentunya. Kan pas lagi dijalan tadi Ray diajak ke kantin. Alvin membelikan Acha minum.
”Cha, minum dulu. Tenangin diri lo.” Alvin memberikan minum kepada Acha.
”Makasih ka.” Acha minum, dengan mata yang hampir menangis Ia berusaha untuk tegar.
”Lo kelas 8 berapa, Cha? Oh ya kenalin ya Gue Ray kelas 9a.” Ray tersenyum.
“Aku kelas 8b ka. Ohya Ka Alvin makasih tadi udah nolongin Acha, sama udah beliin Acha minum.”
”lo kok tau nama gue? Emang lo kenal gue?” Alvin heran.
“Kan kita pernah satu kelompok di Math Club. Cuma Kaka pindah ekskul kan ya jadi basket?”
”Oh iya lupa gue! Haha sorry Cha. Gue ikut sepak bola, bukan basket.”
”Ampun deh Alvin, kebiasaan banget deh lo kaya gini. Eh, ngomong-ngomong kenapa lo keluar dari Math Club? Ngga sanggup ya lo? Haha.” Kata Ray.
“Enak aja lo! Waktu itu nyokap nyuruh gue ikut karena nilai matematika gue jelek terus. Pas nilai gue udah bagus lagi, yaudah gue keluar. Pindah ke sepak bola.” Alvin menjelaskan.
”Math Club jadi sepi ngga ada Ka Alvin. Ngga ada yang bawel lagi hehe.” Acha tertawa kecil.
”Iya yah? Haha. Berarti gue dulu bawelnya keterlaluan dong.”
”Ngga juga Ka, tapi yang penting bikin suasana jadi ngga tegang.”
”Oh bagus deh kalo gitu.”
”Hey bukannya gue mau ganggu masa nostalgia lo berdua ya. Tapi gue cuma mau ngingetin masalah kita sama Cakka dkk. Bukan masalah gue sih, masalah lo, Vin.” Ray mengingatkan.
“Gue ngga ngerti sama Rio. Ditolak cewe aja sampe berubah jadi garang gitu.” Alvin mengeluh.
”Sepele banget. Gue aja ditolak Sivia biasa aja.” Pamer Ray.
“Iyalah, Raynald! Soalnya 10 detik setelah lo nembak, Sivia berubah pikiran dan nerima lo. Langgeng deh sampe sekarang.” Alvin menceritakan semuanya. Ray tersenyum lebar.
”Acha takut Ka, kalau ketemu mereka lagi.”
”Tenang Cha. Kalo lo lagi ngga ada temen dan harus melewati mereka, panggil gue. Gue akan nemenin lo kok.” Kata Alvin.
“Makasih Ka. Yaudah deh Ka Alvin, Ka Ray, Acha mau buat tugsa dulu ya sama temen.” Acha meninggalkan Alvin dan Ray.
“Adik kelas yang manis dan imut.” Ray terpesona melihat Acha.
”Ye Ray! Mau gue laporin ke Sivia biar putus?” Alvin ngancem.
“Ehh jangan, jangan. Gue kan cuma berkomentar aja sama penampilan Acha. Woy, Vin. Udah waktunya latihan band. Ayo ke studio.”
Ray melangkah menuju studio musik bersama Alvin. Disana sudah ada Gabriel dan Ify. Mereka lagi ngga ada kerjaan. Gabriel lagi iseng main bass. Ify lagi mainin handphone, ngga ngerti deh lagi ngapain.
”Latihan yuk.” Ajak Alvin.
”Rio aja belum dateng, gimana mau mulai.” Ify berkata dengan tatapan yang masih mengarah pada handphone nya.
”Aaaargghh Rio lagi, Rio lagi. Oke gue cari Rio sekarang.”
Alvin melangkah pergi dari studio musik. Berekeliling sekolah mencari Rio. Ia melihat Cakka yang sedang ngumpul bersama Kiki dan Patton di depan ruang OSIS. Tapi tidak ada Rio. Alvin mencari Rio lagi dan Ia melihat Rio sedang berduaan dengan seorang cewe. ’ngapain Rio sama tuh cewe? Samperin aja deh’
to be continued...
0 comments on "It's our love story | Part 2"
Posting Komentar